Inayah Wahid: Seni jadi medium penting suarakan kemerdekaan Palestina
24 Oktober 2024 18:51 WIB
Aktivis dan Figur Publik Inayah Wahid (tengah), Sastrawan asal Palestina yang menulis buku berjudul “A Diary of Genocide” Atef Abu Saif (kiri) dalam diskusi bertajuk “Cerita dari Palestina” di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (24/10/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Jakarta (ANTARA) - Aktivis dan figur publik Inayah Wahid menyatakan seni menjadi salah satu medium penting untuk menyuarakan perdamaian dan memperjuangkan kemerdekaan bagi masyarakat Palestina.
“Kita perlu lebih banyak menyuarakan kisah-kisah mendetail dan menyentuh dari Palestina. Perang ini sudah terjadi sejak lama dan untuk memperjuangkan perdamaian itu, seperti kata pepatah, kalau politik sudah enggak bisa, maka kita menggunakan seni,” katanya dalam diskusi bertajuk “Cerita dari Palestina” di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis.
Inayah yang juga merupakan Board Madani International Film Festival, sebuah festival film internasional yang diselenggarakan pada 3-6 Oktober 2024 lalu di Jakarta menyebutkan, film menjadi salah satu medium paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan penting dari perjuangan dan Palestina.
“Di Madani Film Festival itu, kita dapat memberikan panggung bagi mereka (sineas Palestina) untuk bisa lebih banyak bicara,” ujar dia.
Baca juga: Madani International Film Festival 2023 angkat isu Palestina
Menurutnya, salah satu cara mendukung para korban di Palestina adalah dengan memberikan ruang bagi para korban untuk turut berbicara dan menyuarakan apa yang menjadi keresahan mereka.
“Kita enggak tahu kondisinya seperti apa, jadi kita perlu memberikan ruang supaya mereka yang bercerita langsung, sehingga banyak orang yang tahu, karena akan berbeda konteksnya kalau yang menjawab orang Indonesia atau orang Palestina-nya langsung, bagaimana mereka meletakkan identitasnya. Itu sudut pandang-sudut pandang yang mungkin tidak bisa kita lihat di tempat lain,” paparnya.
Sedangkan Sastrawan asal Palestina yang menulis buku berjudul “A Diary of Genocide” Atef Abu Saif mengatakan banyak permasalahan psikologis yang ditimbulkan akibat perang, sehingga di tengah perang yang sedang terjadi, kebudayaan menjadi salah satu solusi untuk tetap memberikan optimisme kepada anak-anak tentang kemerdekaan dan masa depan yang lebih baik.
Baca juga: Dukung solidaritas Palestina, Gudskul gelar "Pekan Film Palestina"
“Mari tetap optimis mereka akan mendapatkan masa depan yang lebih baik, sehingga melalui literasi dan kebudayaan itu memainkan peran penting, termasuk melalui film, teater, dongeng, animasi, atau lukisan,” paparnya.
Mantan Menteri Kebudayaan Palestina itu juga mengemukakan para budayawan, termasuk sineas di Gaza, terus memutar film di tenda-tenda dan menjadi salah satu cara untuk membantu para korban agar segera sembuh dan pulih dari perang.
“Kita punya dua festival film yang kami selenggarakan di tenda-tenda Gaza dan mereka memutar film itu di tenda, ada kurang lebih seribuan orang yang menonton filmnya, dan media-media internasional juga meliputnya. Jadi, Gaza bisa memainkan peran penting, tidak sekadar menghibur, tetapi juga menyembuhkan, membantu orang-orang untuk pulih dari perang,” tuturnya.
Baca juga: Film dokumenter penderitaan Palestina menang penghargaan di Berlin
“Kita perlu lebih banyak menyuarakan kisah-kisah mendetail dan menyentuh dari Palestina. Perang ini sudah terjadi sejak lama dan untuk memperjuangkan perdamaian itu, seperti kata pepatah, kalau politik sudah enggak bisa, maka kita menggunakan seni,” katanya dalam diskusi bertajuk “Cerita dari Palestina” di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis.
Inayah yang juga merupakan Board Madani International Film Festival, sebuah festival film internasional yang diselenggarakan pada 3-6 Oktober 2024 lalu di Jakarta menyebutkan, film menjadi salah satu medium paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan penting dari perjuangan dan Palestina.
“Di Madani Film Festival itu, kita dapat memberikan panggung bagi mereka (sineas Palestina) untuk bisa lebih banyak bicara,” ujar dia.
Baca juga: Madani International Film Festival 2023 angkat isu Palestina
Menurutnya, salah satu cara mendukung para korban di Palestina adalah dengan memberikan ruang bagi para korban untuk turut berbicara dan menyuarakan apa yang menjadi keresahan mereka.
“Kita enggak tahu kondisinya seperti apa, jadi kita perlu memberikan ruang supaya mereka yang bercerita langsung, sehingga banyak orang yang tahu, karena akan berbeda konteksnya kalau yang menjawab orang Indonesia atau orang Palestina-nya langsung, bagaimana mereka meletakkan identitasnya. Itu sudut pandang-sudut pandang yang mungkin tidak bisa kita lihat di tempat lain,” paparnya.
Sedangkan Sastrawan asal Palestina yang menulis buku berjudul “A Diary of Genocide” Atef Abu Saif mengatakan banyak permasalahan psikologis yang ditimbulkan akibat perang, sehingga di tengah perang yang sedang terjadi, kebudayaan menjadi salah satu solusi untuk tetap memberikan optimisme kepada anak-anak tentang kemerdekaan dan masa depan yang lebih baik.
Baca juga: Dukung solidaritas Palestina, Gudskul gelar "Pekan Film Palestina"
“Mari tetap optimis mereka akan mendapatkan masa depan yang lebih baik, sehingga melalui literasi dan kebudayaan itu memainkan peran penting, termasuk melalui film, teater, dongeng, animasi, atau lukisan,” paparnya.
Mantan Menteri Kebudayaan Palestina itu juga mengemukakan para budayawan, termasuk sineas di Gaza, terus memutar film di tenda-tenda dan menjadi salah satu cara untuk membantu para korban agar segera sembuh dan pulih dari perang.
“Kita punya dua festival film yang kami selenggarakan di tenda-tenda Gaza dan mereka memutar film itu di tenda, ada kurang lebih seribuan orang yang menonton filmnya, dan media-media internasional juga meliputnya. Jadi, Gaza bisa memainkan peran penting, tidak sekadar menghibur, tetapi juga menyembuhkan, membantu orang-orang untuk pulih dari perang,” tuturnya.
Baca juga: Film dokumenter penderitaan Palestina menang penghargaan di Berlin
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: