Jakarta (ANTARA News) - PT Newmont Nusa Tenggara dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership BV yang berbadan hukum Belanda, mengajukan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia terkait dengan larangan ekspor konsentrat.

Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara (NNT) Martiono Hadianto dalam siaran pers di Jakarta, Selasa, mengatakan pelarangan ekspor tersebut telah mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau dan menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.

"NNT dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional guna memastikan bahwa pekerjaan, hak, serta kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi," katanya.

Namun demikian, pihaknya tetap ingin melakukan dialog terus-menerus dengan pemerintah agar dapat menyelesaikan masalah ini di luar jalur arbitrase.

Menurut dia, pengenaan ketentuan baru terkait ekspor, bea keluar, serta larangan ekspor konsentrat tembaga yang akan dimulai Januari 2017 tidak sesuai dengan kontrak karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda.

Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada The International Center for the Settlement of Investment Disputes, NNT berharap memperoleh putusan sela agar dapat mengekspor konsentrat tembaga dan kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali.

Martiono mengatakan, tambang tembaga dan emas Batu Hijau saat ini berada dalam tahap perawatan dan pemeliharaan.

Perusahaan tetap melakukan kegiatan pengendalian yang sesuai guna memastikan keamanan dan keselamatan manusia, sumber daya air, dan lingkungan hidup.

Newmont juga akan tetap menjual konsentrat tembaga yang berasal dari fasilitas penyimpanan di Batu Hijau ke PT Smelting di Gresik, Indonesia hingga akhir tahun 2014, dengan jumlah pengiriman sebanyak 58.400 ton sampai akhir tahun.

NNT menandatangani Kontrak Karya Generasi IV pada 2 Desember 1986.

Sebanyak 56 persen sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership BV yang dikuasai Newmont Mining Corporation dan Nusa Tenggara Mining Corporation of Japan.

Pemegang saham lainnya adalah PT Pukuafu Indah 17,8 persen, PT Multi Daerah Bersaing 24 persen, dan PT Indonesia Masbaga Investama 2,2 persen.