Jakarta (ANTARA) - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (23/10), menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan seorang pengacara.

Tiga hakim itu adalah ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul). Mereka adalah hakim yang memberikan putusan bebas kepada Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti. Sementara itu, seorang pengacara yang ditangkap itu berinisial LR. Ia adalah pengacara dari Ronald Tannur.

Keempatnya ditangkap atas dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi untuk memuluskan vonis bebas kepada Ronald.

Menilik kembali kasus pembunuhan yang menjerat Ronald, peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober 2023 di suatu tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur.

Polrestabes Surabaya yang menangani kasus tersebut menyatakan bahwa Ronald menganiaya Dini sejak keluar dari area karaoke,seperti di lift hingga parkiran mobil.

Dalam salah satu bagian di reka adegan, Ronald memperagakan bagaimana ketika ia melindas tubuh Dini di basemen gedung karaoke.

Atas perbuatannya, Ronald ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan berat yang menyebabkan kekasihnya tewas. Ia dijerat dengan Pasal 338 subsider Pasal 351 Ayat 3 KUHP melalui gelar perkara berdasarkan fakta-fakta baru usai reka adegan di TKP.

Buntut dari kasus tersebut juga membuat ayahi Ronald, yakni Edward Tannur, seorang anggota DPR dari Fraksi PKB, dinonaktifkan dari posisinya.

Kasus ini kemudian berlanjut ke meja hijau. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ronald selama 12 tahun penjara karena dianggap terbukti dalam dakwaan pertama, yakni pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Akan tetapi, pada 24 Juli 2024, Hakim PN Surabaya, Jawa Timur, memutus bebas Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan terhadap korban Dini.

Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan, Ronald dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.

Hakim juga menganggap terdakwa masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis yang dibuktikan dengan upaya terdakwa membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Putusan tersebut sontak mengundang tanda tanya publik. Sehari setelahnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya langsung menyatakan mengajukan kasasi atas putusan tersebut.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana mengatakan bahwa dari alat bukti, seperti surat visum et repertum atau VER, sudah ditegaskan mengenai adanya luka di hati korban akibat dari benda tumpul. Selain itu, hasil VER juga membuktikan adanya bekas ban mobil yang menindas bagian tubuh korban Dini Sera.

Sembari menunggu sidang kasasi, keluarga Dini tidak tinggal diam. Mereka hadir di berbagai media dan mendatangi sejumlah instansi yang berkaitan, salah satunya Komisi Yudisial (KY).

Ayah dan adik Dini yang didampingi kuasa hukumnya melaporkan tiga hakim tersebut ke Kantor KY. Laporan itu berbuah hasil. KY memberikan sanksi pemberhentian tetap (pemecatan) dengan hak pensiun kepada tiga hakim yang menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald.

Di sisi lain, penyidik Jampidsus Kejagung juga mencium adanya ketidakberesan dalam putusan ini. Mereka pun memeriksa ketiga hakim dan pengacara Ronald Tannur. Selain itu, penyidik juga menggeledah enam properti milik keempat orang tersebut.

Dalam penggeledahan, penyidik menemukan berbagai barang bukti. Bukti yang banyak ditemukan adalah uang tunai senilai miliaran rupiah dari berbagai mata uang. Selain itu, ditemukan pula bukti transaksi keuangan dan catatan pemberian uang kepada pihak terkait.

“Uang yang telah kami sita, diduga kuat bahwa uang itu berasal dari pengacara Ronald Tannur,” ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers.

Akhirnya, pada Rabu (23/10), penyidik menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk pengacara LR selaku pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 jo. Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Untuk mempermudah penyidikan, ketiga hakim ditahan di Rutan Surabaya. Sementara itu, pengacara LR ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

Abdul Qohar menegaskan bahwa penyidik Jampidsus masih akan terus mendalami kasus ini, termasuk terkait kemungkinan adanya campur tangan Ronald Tannur ataupun keluarganya dalam kasus suap ini.

“Jika nanti ditemukan bukti yang cukup bahwa uang itu dari Ronald Tannur atau keluarganya, akan kami tetapkan (sebagai tersangka, red.) di tempat,” ucapnya.

Adapun pada Selasa (22/10), Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum atas nama Gregorius Ronald Tannur dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun.

MA menyatakan dakwaan alternatif kedua penuntut umum bahwa Ronald Tannur melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP telah terbukti. Oleh sebab itu, terdakwa dijatuhi hukuman penjara.