JAKARTA (ANTARA) - Terdapat perbedaan jenis kelamin yang jelas dalam tingkat kejadian gangguan kejiwaan sepanjang hidup, yang bervariasi tergantung pada usia, jenis gangguan kejiwaan, periode kalender, dan status sosial ekonomi.

Hasil penelitian baru oleh para peneliti di Institute for Environmental Medicine (IMM), Karolinska Institutet itu diterbitkan dalam jurnal The Lancet Regional Health – Europe, yang disiarkan Medical Express pada Rabu (23/10).

Gangguan kejiwaan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat global yang paling mendesak.

Telah ditunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terhadap gangguan perkembangan saraf, sementara perempuan lebih rentan terhadap depresi dan gangguan kecemasan.

Baca juga: Kemenkes ingatkan pimpinan perusahaan peduli kesehatan jiwa pekerja

Namun, sebagian besar bukti didasarkan pada penelitian prevalensi, tanpa membedakan kasus baru (insiden) dari kasus yang lazim dan berulang, yang mungkin tidak memberikan informasi mengenai jendela waktu yang optimal untuk skrining dan intervensi untuk mengurangi perbedaan jenis kelamin.

Terdapat kesenjangan penelitian tentang perbedaan jenis kelamin dalam kejadian gangguan kejiwaan sepanjang hidup.

Para peneliti di IMM dan kolaborator dari MEB, Universitas Uppsala, Rumah Sakit Universitas Oslo, dan Universitas Islandia, menggunakan data registrasi nasional Swedia dan mengadopsi pendekatan siklus hidup.

Dari situ mereka mampu menggambarkan atlas komprehensif perbedaan jenis kelamin dalam tingkat kejadian gangguan kejiwaan yang didiagnosis secara klinis selama rentang hidup, dengan penekanan pada analisis perbedaan jenis kelamin menurut berbagai jenis gangguan kejiwaan, status sosial ekonomi, dan periode kalender.

Temuan mereka bahwa perbedaan jenis kelamin dalam gangguan kejiwaan terjadi hampir di seluruh rentang hidup mendukung perlunya strategi pencegahan kesehatan mental yang bergender.

Variasi dalam perbedaan ini menurut usia dan status sosial ekonomi menunjukkan bahwa pengetahuan saat ini dapat ditingkatkan dengan mengintegrasikan data tentang usia dan status sosial ekonomi.

Studi ini juga memberikan bukti untuk strategi skrining dan intervensi yang berfokus pada kelompok usia tertentu dan populasi yang kurang beruntung secara sosial, di mana kesenjangan jenis kelamin yang nyata dalam gangguan kejiwaan diamati.

Baca juga: Kampanye #PejuangMental upaya perluas akses ke layanan kesehatan jiwa

Baca juga: Psikolog : Pentingnya kesehatan mental untuk dukung fisik yang sehat