Pembangunan berkelanjutan miliki tiga aspek positif bagi lingkungan
23 Oktober 2024 20:17 WIB
Ilustrasi - Hutan mangrove di kawasan PLTD Desa Poka Ambon mulai tumbuh tunas sebagai upaya rehabilitasi serta pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang berkelanjutan. ANTARA/HO-PLN UIW MMU
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudin Achyak mengatakan bahwa pemanfaatan pembangunan berkelanjutan memiliki tiga aspek penting yang positif untuk masa depan Indonesia untuk sektor ekonomi, lingkungan hidup, hingga sosial.
“Kalau kita berbicara tentang pembangunan berkelanjutan, minimum ada tiga sudut yang saling terkait, pertama adalah aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan yang ketiga adalah sosial,” kata Ali Ahmudin Achyak dalam kegiatan Launching Periode dan Diskusi Publik Energi Nasional di Jakarta, Rabu.
Dengan menghasilkan dampak yang positif itu, tidak heran jika saat ini banyak sektor terobsesi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang memang sudah diklaim menghasilkan polutan lebih rendah atau biasa disebut dengan ramah lingkungan.
Dalam kesempatan tersebut, dia mencontohkan bahwa pembakaran biomassa dan juga batu bara yang dalam kinerjanya sama-sama dibakar, berasal dari vegetasi dan juga menghasilkan CO2, sulfur dan juga nitrogen. Ternyata pada hasil akhirnya memiliki dampak yang jauh berbeda untuk lingkungan hidup di sekitarnya.
“Perbedaan yang pertama adalah dari unsur kimiawi yang dihasilkan itu berbeda. Yang satu berasal dari vegetasi yang sudah tertimbun jutaan tahun di dalam tanah, yang proses terbentuknya melalui reaksi karbon yang sudah rantainya panjang, yang satu tanaman masih baru hidup ditebang, tentu kadarnya beda, karbon dioksida dihasilkan juga berbeda, yang satu sangat polutan yang satu bisa dikendalikan oleh lingkungan,” ujar dia.
Dia melanjutkan bahwa proses penambangan batu bara itu tidak bisa digunakan kembali untuk lokasi yang semula. Sementara biomassa yang bersumber dari tanaman itu bisa dilahirkan lagi dengan cara menanamnya kembali.
Sehingga, kedua hal tersebut memiliki perbedaan dan efek yang sangat jauh berbeda terhadap dampak lingkungan hidup yang ada di wilayah tersebut.
Menurut dia, jika terjadi penambangan batu bara di daerah tertentu, itu menimbulkan efek yang tidak baik. Risiko kerusakan alam dan juga lingkungan untuk wilayah sekitar juga terancam keberlangsungannya.
“Yang ketiga, batu bara ketika ditambang resiko bagi lingkungan sangat tinggi. Artinya, energi terbarukan itu pasti lebih ramah lingkungan dari aspek lingkungan,” tutup dia.
Baca juga: Perusahaan perlu pertimbangkan aspek lingkungan sebagai tujuan bisnis
Baca juga: Bappenas : Ekonomi biru prioritaskan aspek keberlanjutan lingkungan
“Kalau kita berbicara tentang pembangunan berkelanjutan, minimum ada tiga sudut yang saling terkait, pertama adalah aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan yang ketiga adalah sosial,” kata Ali Ahmudin Achyak dalam kegiatan Launching Periode dan Diskusi Publik Energi Nasional di Jakarta, Rabu.
Dengan menghasilkan dampak yang positif itu, tidak heran jika saat ini banyak sektor terobsesi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang memang sudah diklaim menghasilkan polutan lebih rendah atau biasa disebut dengan ramah lingkungan.
Dalam kesempatan tersebut, dia mencontohkan bahwa pembakaran biomassa dan juga batu bara yang dalam kinerjanya sama-sama dibakar, berasal dari vegetasi dan juga menghasilkan CO2, sulfur dan juga nitrogen. Ternyata pada hasil akhirnya memiliki dampak yang jauh berbeda untuk lingkungan hidup di sekitarnya.
“Perbedaan yang pertama adalah dari unsur kimiawi yang dihasilkan itu berbeda. Yang satu berasal dari vegetasi yang sudah tertimbun jutaan tahun di dalam tanah, yang proses terbentuknya melalui reaksi karbon yang sudah rantainya panjang, yang satu tanaman masih baru hidup ditebang, tentu kadarnya beda, karbon dioksida dihasilkan juga berbeda, yang satu sangat polutan yang satu bisa dikendalikan oleh lingkungan,” ujar dia.
Dia melanjutkan bahwa proses penambangan batu bara itu tidak bisa digunakan kembali untuk lokasi yang semula. Sementara biomassa yang bersumber dari tanaman itu bisa dilahirkan lagi dengan cara menanamnya kembali.
Sehingga, kedua hal tersebut memiliki perbedaan dan efek yang sangat jauh berbeda terhadap dampak lingkungan hidup yang ada di wilayah tersebut.
Menurut dia, jika terjadi penambangan batu bara di daerah tertentu, itu menimbulkan efek yang tidak baik. Risiko kerusakan alam dan juga lingkungan untuk wilayah sekitar juga terancam keberlangsungannya.
“Yang ketiga, batu bara ketika ditambang resiko bagi lingkungan sangat tinggi. Artinya, energi terbarukan itu pasti lebih ramah lingkungan dari aspek lingkungan,” tutup dia.
Baca juga: Perusahaan perlu pertimbangkan aspek lingkungan sebagai tujuan bisnis
Baca juga: Bappenas : Ekonomi biru prioritaskan aspek keberlanjutan lingkungan
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: