JAKARTA (ANTARA) - Sebuah tim peneliti telah mengembangkan sistem kamera wearable (dapat dikenakan) dan dengan bantuan kecerdasan artifisial mampu mendeteksi potensi kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien.

Dalam sebuah uji coba yang hasilnya dipublikasikan pada 22 Oktober di npj Digital Medicine, sistem video tersebut dengan kecakapan tinggi mengenali dan mengidentifikasi obat-obatan mana yang diambil dalam lingkungan klinis yang sibuk. AI mencapai sensitivitas 99,6 persen dan spesifisitas 98,8 persen dalam mendeteksi kesalahan penggantian vial.

Sistem tersebut dapat menjadi pengamanan penting, terutama di ruang operasi, unit perawatan intensif, dan pengaturan pengobatan darurat, kata salah satu penulis utama Dr. Kelly Michaelsen, asisten profesor anestesiologi dan pengobatan nyeri di Fakultas Kedokteran Universitas Washington.

"Pemikiran untuk dapat membantu pasien secara langsung atau mencegah kesalahan pemberian obat sebelum terjadi, sangatlah hebat," katanya, seperti dilansir dari Medical Xpress, Selasa (22/10).

Baca juga: Teknologi di dunia kesehatan membantu dokter diagnosis lebih cepat

Michaelsen mengimbuhkan,"Kita bisa berharap kinerja 100 persen, tetapi manusia pun tidak dapat mencapainya. Dalam survei terhadap lebih dari 100 penyedia anestesi, mayoritas menginginkan sistem yang lebih dari 95 persen akurat, yang merupakan tujuan yang telah kami capai.”

Kesalahan pemberian obat merupakan insiden kritis yang paling sering dilaporkan dalam anestesi, dan penyebab paling umum dari kesalahan medis serius dalam perawatan intensif. Dalam gambaran yang lebih besar, diperkirakan 5-10 persen dari semua obat yang diberikan dikaitkan dengan kesalahan.

Kejadian buruk yang terkait dengan obat suntik diperkirakan memengaruhi 1,2 juta pasien setiap tahunnya dengan biaya 5,1 miliar dolar AS.

Kesalahan jarum suntik dan penggantian vial paling sering terjadi selama penyuntikan intravena, di mana dokter harus memindahkan obat dari vial ke spuit kepada pasien. Sekitar 20 persen kesalahan adalah kesalahan penggantian, yaitu vial yang salah dipilih atau spuit diberi label yang salah. Sebanyak 20 persen kesalahan lainnya terjadi ketika obat diberi label dengan benar tetapi diberikan secara keliru.

Baca juga: Ahli jelaskan pemanfaatan teknologi robotik dalam pembedahan

Langkah-langkah keselamatan, seperti sistem kode batang yang dengan cepat membaca dan mengonfirmasi isi botol, diterapkan untuk mencegah kecelakaan semacam itu. Namun, praktisi terkadang mungkin lupa melakukan pemeriksaan ini selama situasi yang penuh tekanan karena ini merupakan langkah tambahan dalam alur kerja mereka.

Tujuan para peneliti adalah membangun model pembelajaran mendalam, yang jika dipasangkan dengan kamera GoPro, cukup canggih untuk mengenali isi botol silinder dan jarum suntik, dan memberikan peringatan yang tepat sebelum obat masuk ke pasien.

Pelatihan model tersebut memakan waktu berbulan-bulan. Para peneliti mengumpulkan video 4K dari 418 pengambilan obat oleh 13 penyedia anestesiologi di ruang operasi yang memiliki pengaturan dan pencahayaan yang bervariasi.

Video tersebut merekam dokter yang mengelola botol dan jarum suntik berisi obat-obatan tertentu. Potongan video ini kemudian dicatat dan isi jarum suntik dan botol tersebut ditandai untuk melatih model tersebut agar mengenali isi dan wadah.

Sistem video tidak langsung membaca kata-kata pada setiap vial, tetapi memindai isyarat visual lainnya, seperti ukuran dan bentuk vial, juga jarum suntik, warna tutup vial, serta ukuran cetakan label.

Baca juga: Ahli urologi RI lakukan operasi telerobotik Jakarta - Denpasar

"Itu sangat menantang, karena orang di ruang operasi memegang jarum suntik dan vial, dan Anda tidak melihat kedua benda itu sepenuhnya karena tertutup oleh tangan yang bergerak cepat. Mereka melakukan tugasnya. Mereka tidak berpose untuk kamera," kata Shyam Gollakota, salah satu penulis makalah dan profesor di Paul G. Allen School of Computer Science & Engineering, UW.

Lebih jauh, model komputasional harus dilatih untuk fokus pada pengobatan di latar depan bingkai dan mengabaikan vial dan jarum suntik di latar belakang.

"AI melakukan semua itu, mendeteksi jarum suntik tertentu yang diambil oleh penyedia layanan kesehatan," ujar Gollakota.

Menurut Michaelsen, penelitian ini menunjukkan bahwa AI dan pembelajaran mendalam berpotensi meningkatkan keselamatan dan efisiensi di sejumlah praktik perawatan kesehatan. Para peneliti baru mulai menyelidiki potensi tersebut.

Penelitian ini juga melibatkan peneliti dari Carnegie Mellon University dan Makerere University di Uganda. Toyota Research Institute membangun dan menguji sistem tersebut.

Baca juga: BRIN dorong riset sel punca guna kembangkan teknologi kesehatan RI