Jakarta (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa El Nino belum aktif di Indonesia karena indeks Southern Oscillation Index (SOI) dan angin pasat belum mendukung terjadinya El Nino.

Supari, Analis Bidang Iklim BMKG saat ditemui di Jakarta, Senin, mengatakan fenomena El Nino baru terjadi apabila terdapat tiga indikasi, yaitu kondisi dinamis di Indonesia, kondisi angin pasat tenggara, dan indeks SOI.

"Yang baru terjadi sekarang adalah indeks SOI dan angin pasat belum mendukung indikasi terjadinya El Nino di Indonesia," kata Supari.

Ia menjelaskan El Nino adalah fenomena alam dan bukan badai. El Nino dapat diartikan suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di sekitar pasifik tengah dan timur sepanjang ekuator dan secara fisik El Nino tidak dapat dilihat.

El Nino sendiri dapat diindikasikan dengan adanya perbedaan tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin, Australia, atau yang disebut SOI. "Disebut demikan karena keduanya terletak di belahan bumi bagian selatan," katanya.

Selain itu, ujarnya, terjadinya El Nino dapat ditandai dengan SOI yang negatif artinya tekanan atmosfer di atas Tahiti lebih rendah dari pada tekanan atmosfer di atas Darwin.

Terkait dengan indeks SOI, Supari menjelaskan ada tiga kategori untuk mengukurnya, yakni lemah (di bawah 1), sedang (antara 1-1,5), dan kuat (di atas 2). "Indonesia masih ada di level sedang untuk fenomena El Nino," katanya.

Ia menyebutkan, dampak El Nino akan terasa antara bulan Juli-Agustus 2014, namun itu baru terjadi apabila intensitasnya kuat dan kondisi perairan di Indonesia sendiri karena suhu perairan Indonesia akan memengaruhi curah hujan.

"El Nino akan berdampak hebat jika intensitasnya kuat dan perairan di Indonesia juga menjadi dingin sehingga akibatnya saling menguatkan," jelas Supari.

Untuk daerah yang terkena dampak El Nino, Supari menjelaskan semuanya tergantung kategori yang diakibatkan dari El Nino. Apabila relatif kuat biasanya hampir seluruh daerah terkena kecuali Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Sedangkan El Nino yang relatif lemah hanya terjadi di wilayah timur Indonesia saja, misalnya Papua, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Terkait dengan potensi kebakaran hutan yang diakibatkan El Nino, Supardi mengutarakan bahwa tahun ini potensinya sangat kecil karena BMKG memperkirakan potensi El Nino tahun ini cenderung lemah serta curah hujan yang relatif cukup.

Berbeda dengan yang terjadi pada 1997, ketika itu El Nino relatif kuat membuat udara menjadi kering dan curah hujan sangat rendah. Dengan kondisi yang tidak ada hujan maka vegetasi yang bersifat kering akan mudah terbakar.

"Ketika ada percikan api yang saya yakin berasal dari manusia maka akan mudah terbakar lalu menjalar kemana-mana," ujar Supari.