Sidoarjo (ANTARA) - Penyidik Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II bersama jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta tim korwas Reskrimsus Polda Jatim menyerahkan tersangka dan barang bukti pengemplang pajak Rp2,5 miliar berinisial ROP ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II Agustin Vita Avantin di Sidoarjo, Selasa, mengatakan ROP adalah Direktur Utama PT PDN yang melakukan usaha di bidang perdagangan berbagai macam barang.

"Berdasarkan bukti data detail faktur pajak jenis barang yang diperjualbelikan berupa BBM jenis solar industri atau high speed diesel (HSD). Tindak pidana perpajakan yang dilakukan adalah dengan sengaja menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap pada SPT Masa PPN," katanya.

Ia mengatakan, tersangka ROP dipersangkakan telah melanggar Pasal 39A huruf a, j.o. Pasal 39 ayat (1) huruf d, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Baca juga: LPEM UI: Prabowo-Gibran perlu perkuat penegakan hukum terkait pajak

"Tindak pidana tersangka ROP dilakukan di lokasi usaha PT PDN, terjadi pada kurun waktu masa pajak Januari 2012 sampai dengan Desember 2014, dan telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp2.567.805.865. PT PDN terdaftar sebagai Wajib Pajak dan berkewajiban menyampaikan SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sidoarjo Utara," katanya.

Atas perbuatannya, kata dia, tersangka terancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.

"Modus operandi yang dilakukan adalah, PT PDN menggunakan Faktur Pajak masukan yang diterbitkan lawan transaksi yang terindikasi menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya," katanya.

Ia mengatakan, keberhasilan dalam menangani tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan wujud koordinasi dan kebersamaan antara otoritas pajak DJP dan aparat penegak hukum kepolisian. Serta kejaksaan. “Keberhasilan ini menunjukkan keseriusan kita dalam melaksanakan penegakan hukum perpajakan” ujar vita menjelaskan.

Baca juga: Core Tax diyakini mampu tingkatkan efisiensi pengelolaan pajak

Selanjutnya Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II berharap agar persidangan dapat segera dilaksanakan dan segera memperoleh putusan hakim yang seadil-adilnya, baik terhadap tersangka ROP maupun untuk hak-hak negara.

Ia mengatakan, penindakan terhadap kasus ROP merupakan wujud pelaksanaan penegakan hukum perpajakan yang diharapkan bisa memberikan efek jera (deterrent effect) bagi tersangka dan wajib pajak lainnya agar menghindari perbuatan melawan hukum perpajakan.

"Kesadaran wajib pajak dalam menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas adalah wujud pelaksanaan self assesment system perpajakan yang telah kita sepakati dan faktor utama menuju pajak kuat Indonesia maju," tuturnya.