Jakarta (ANTARA) - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding memastikan transisi perubahan nomenklatur lembaga yang dipimpinnya itu dari badan non-kementerian menjadi kementerian tetap berjalan dengan baik dan harmonis, meski Benny Rhamdani selaku pimpinan sebelumnya tidak hadir saat serah terima jabatan.

"Enggak ada masalah, kami (tetap harmonis). (Terkait transisi) Semua akan berjalan dengan baik, tidak ada masalah," katanya usai pembekalan kepada para pimpinan hingga staf Kementerian PPMI se-Indonesia yang berlangsung terpusat di Jakarta, Selasa.

Dalam agenda, semestinya acara serah terima jabatan antara Benny Rhamdani selaku Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) periode 2020-2024 kepada Abdul Kadir Karding selaku Kepala BP2MI/Menteri PPMI dilakukan satu rangkaian dengan acara pembekalan.

Untuk itu Abdul Kadir Karding mengungkapkan ketidakhadiran Benny itu karena yang bersangkutan sedang ada acara penting di luar kota, sehingga terpaksa diwakilkan oleh Sekretaris Utama beserta jajaran pimpinan BP2MI.

Baca juga: Menteri PPMI percepat penyesuaian strategi diplomasi ketenagakerjaan

"Benny itu sahabat saya, jadi hampir rutin saling telepon dan enggak ada masalah. Ada sekretaris utama, sudah ada dirjen, sama saja, mereka kan orang-orang yang bekerja sudah lama cukup kok," imbuhnya.

Bersama dengan Christina Aryani dan Dzulfikar Ahmad Tawalla selaku Wakil Menteri PPMI pada Kabinet Merah Putih, Abdul menargetkan beberapa peraturan menteri dan aturan lain terkait penyesuaian perubahan nomenklatur akan selesai dengan cepat kurang dari satu tahun.

Adapun perubahan tersebut salah satunya terkait aturan pembagian kerja dan pengisi jabatan empat direktorat jenderal dari sebelumnya setingkat kedeputian. "Poin pentingnya yaitu tugas-tugas perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia bisa segera dijalankan dan lebih baik," katanya.

Selain meningkatkan kapasitas kemampuan pekerja migran Indonesia, ia juga menegaskan akan segera menyusun strategi untuk penguatan kemampuan dan jejaring diplomasi terhadap para atase ketenagakerjaan RI di luar negeri untuk menyelesaikan permasalahan para pejuang devisa negara itu saat ini.

Atase ketenagakerjaan Indonesia yang antara lain bertugas di Eropa, Timur Tengah, maupun Asia, dinilai harus meningkatkan kemampuan diplomasi, memahami hukum, hingga budaya advokasi mitra kerja di luar negeri dan juga perusahaan pers setempat.

Baca juga: Christina Aryani bakal dampingi atase ketenagakerjaan di luar negeri

Dengan begitu, kata dia, mereka bisa benar-benar memastikan para pekerja migran Indonesia mendapatkan hak atas upah atau pun jaminan sosialnya secara penuh oleh pemberi kerja atau otoritas lain yang membidangi di luar negeri.

Pihaknya mendapati dalam beberapa tahun terakhir tak sedikit pekerja migran Indonesia yang tidak mengantongi upah secara penuh, bahkan habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena mereka dibebankan biaya penempatan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa para pekerja migran Indonesia tidak boleh dibebankan biaya penempatan. Namun kenyataan di lapangan masih beban pengeluaran pekerja migran sekitar Rp35 juta - Rp90 juta.

"Itu bukan jumlah yang sedikit. Nah ini sebagai upaya kita agar peluang pekerjaan lebih besar, hingga gaji itu harus masuk ke mereka utuh, sehingga bisa menjadi tabungan, modal beli rumah, penghidupan untuk keluarga yang ditinggalkan," katanya.

Baca juga: Kepala BP2MI sebut pembebasan biaya penempatan PMI amanat UU