Sanaa (ANTARA News) - Shamad Hamoud Baalawi, pedagang sayur dan buah yang berusia 30 tahun, menyambut bulan suci Ramadan tahun ini dengan pesimisme akibat dampak krisis ekonomi yang terus membayang kendati ada kemajuan dalam peralihan di Yaman.

"Permintaan yang rendah bagi produk kami dari rakyat adalah masalah utama yang kami hadapi tahun ini," katanya. "Selain itu, beberapa produk tak tersedia di pasar. Saya pergi ke petani dan pasar besar untuk membeli buah buat Ramadan tapi produk utama tak tersedia. Ketika saya bertanya mengapa, para petani mengatakan kekurangan bahan bakar diesel adalah penyebabnya."

Yaman adalah negara paling miskin di Jazirah Arab dan menurut Program Pangan Dunia, separuh rakyatnya, sebanyak 12 juta orang, menghadapi kelaparan.

Survei Pemantauan Perlindungan Sosial yang dilakukan oleh Dana Darurat Anak Internasional PBB (UNICEF) beberapa hari lalu di Ibu Kota Sanaa, bahwa separuh penduduk Yaman hidup di bawah garis kemiskinan, 33 persen penduduknya menderita rawan pangan dan 44 persen anak yang berusia di bawah lima tahun menderita gizi buruk.

Survei tersebut menyatakan hanya enam persen keluarga miskin memiliki layanan kebersihan, demikian laporan Xinhua.

Sementara itu, para pejabat di Dana Kesejahteraan Sosial mengatakan pemerintah membantu sebanyak 1,5 persen dari sebanyak 12 juta orang miskin.

Para pejabat tersebut mengatakan kurangnya dana yang terutama terjadi akibat tertundanya bantuan donor menjadi penyebab utama rendahnya jumlah orang yang bisa didukung oleh dana itu.

Konflik juga menambah tantangan lain termasuk bertambah parahnya kekurangan bahan bakar baru-baru ini dan pemadaman listrik yang dampaknya telah secara langsung tercermin pada kehidupan rakyat dan ekonomi nasional di negeri tersebut.

Puluhan ribu orang telah kehilangan tempat tinggal akibat serangan terhadap wilayah yang dikuasai Al Qaida di bagian selatan dan tenggara negeri itu dan konflik antara gerilyawan Al Houthi, anggota suku dan militer di bagian utara jauh Yaman.

Marzouk Mohsen, Direktur Pusat Penelitian Pembangunan Sosial dan Ekonomi Yaman, mengatakan bantuan tersebut yang disediakan oleh dana buat orang miskin tak cukup dan diberikan setiap tiga bulan.

"Berdasarkan standar dunia untuk membantu orang miskin, apa yang diberikan dana itu buat orang miskin di Yaman tetap paling rendah di dunia, sebanyak 300 dolar AS per keluarga per tahun," katanya.

Mohsen mengatakan situasi ekonomi di Yaman belum berubah akibat ketidakamanan politik dan keamanan meskipun ada apa yang tampak sebagai komitmen bagi kesepakatan peralihan kekuasaan.

"Dengan pembangunan dan pembaruan ekonomi, negara bisa membantu rakyat. Di Yaman, program penanaman modal pemerintah telah dibekukan selama tiga tahun dan sektor swasta telah enggan di tengah masalah keamanan yang berlanjut," kata Mohsen.

Tahun ini, harga sebagian besar produk tetap tapi masalah lain muncul, yaitu permintaan rendah bagi layanan dan produk sementara negeri tersebut terus menderita akibat masalah keuangan.

Kebanyakan masalah keuangan di negeri itu dituding sebagai penyebab kemerosotan tajam dari penghasilan penjualan minyak di tengah tindakan sabotase yang berulang kali terjadi terhadap pipa saluran minyak. Yaman sangat bergantung pada hasil penjualan minyak yang berjumlah lebih dari 70 persen sumber anggaran negara.

Namun, harga sebagian produk naik sebesar lima persen dan 10 persen tahun ini dibandingkan dengan harga tahun lalu dan itu terjadi akibat kekurangan bahan bakar, kata Mustafa Nasr, Kepala Pusat Media dan Kajian Ekonomi.

(Uu.C003)