Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) 2011—2015 Reyna Usman divonis pidana penjara selama 4 tahun usai terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kemenaker pada tahun 2012.

"Menyatakan terdakwa Reyna Usman telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua," kata Hakim Ketua Teguh Santoso dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Dengan demikian, Reyna terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain pidana penjara, majelis hakim turut menjatuhkan Reyna dengan pidana denda sejumlah Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Hakim Ketua menambahkan, Reyna turut dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp3 miliar. Apabila Reyna tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.

"Jika Reyna tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," ucap Hakim Ketua menambahkan.

Baca juga: Reyna Usman dituntut 4 tahun 8 bulan penjara di kasus proteksi TKI

Baca juga: Ahli: Ada temuan BPK Rp6,23 miliar dalam pengadaan sistem proteksi TKI

Baca juga: Saksi: Karunia tak hanya kerjakan proyek sistem proteksi TKI Kemnaker


Dalam menjatuhkan putusan kepada Reyna, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan meliputi perbuatan Reyna sebagai aparatur pemerintah dinilai bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Hal memberatkan vonis Reyna lainnya, yaitu perbuatannya dinilai telah menyebabkan kerugian atas keuangan negara serta telah memberikan keuntungan kepada Reyna dan orang lain.

Sementara itu, Hakim Ketua mengungkapkan beberapa kondisi yang meringankan hukuman Reyna terdiri atas pertimbangan bahwa Reyna belum pernah dihukum, bersikap selama persidangan dan tidak mempersulit jalannya persidangan, serta memiliki tanggung jawab keluarga.

Bersamaan dengan Reyna, terdapat dua terdakwa lainnya yang menghadapi sidang pembacaan putusan majelis hakim pada kasus yang sama, yaitu pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan sistem proteksi TKI pada tahun 2012 I Nyoman Darmanta serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia.

I Nyoman Darmanta divonis pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan, sedangkan Karunia dijatuhkan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan, serta uang pengganti Rp8,44 miliar subsider 1 tahun 6 bulan kurungan.

Dalam kasus tersebut, Reyna didakwa merugikan negara sebesar Rp17,68 miliar bersama I Nyoman Darmanta dan Karunia, yang juga menjadi terdakwa.

Ketiganya diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa korupsi untuk memperkaya Karunia atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya Karunia senilai besaran angka kerugian negara.

Adapun kasus bermula saat Karunia mengajukan izin perusahaan untuk jasa pelatihan TKI dan sepakat memberikan bayaran (fee) senilai Rp3 miliar kepada Reyna yang kala itu masih menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenaker pada 2010.

Setelah diangkat menjadi Dirjen Binapenta Kemenaker, Reyna menawarkan pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemnaker kepada Karunia dan disetujui oleh Karunia.

Lalu pada 5 Januari 2012, I Nyoman Darmanta diangkat sebagai PPK Pengadaan Sistem Proteksi TKI. Meskipun pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI belum selesai, I Nyoman Darmanta tetap menyetujui pembayaran 100 persen kepada Karunia pada 17 Desember 2012 dengan nilai sebesar Rp14,09 miliar.