JAKARTA (ANTARA) - Sebuah studi inovatif yang diterbitkan di Nature Communications, mengungkap mekanisme di balik dua efek yang bertentangan dari ingatan tentang rasa takut, yaitu ketidakmampuan untuk melupakan tetapi kesulitan untuk mengingat.

Sebagaimana dilansir dari Medical Xpress, Senin (21/10), para periset dari Sony Computer Science Laboratories, Inc., ATR Computational Neuroscience Laboratories, dan University of Tokyo, melaporkan hasil penelitian itu menunjukkan bagaimana pengalaman takut awalnya diingat sebagai ingatan asosiatif yang luas, tetapi seiring waktu menjadi terintegrasi ke dalam ingatan episodik dengan garis waktu yang lebih spesifik.

Para peneliti melakukan eksperimen menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) dan algoritma pembelajaran mesin untuk melacak aktivitas otak saat peserta mengalami simulasi kejadian yang mengancam, seperti kecelakaan mobil.

Mereka menemukan bahwa sesaat setelah kejadian yang menimbulkan rasa takut, otak bergantung pada ingatan asosiatif, lalu menggeneralisasi rasa takut terlepas dari urutan kejadian.

Baca juga: UNMC dan ANANDA Scientific umumkan pengobatan PTSD

Namun, keesokan harinya korteks prefrontal dorsolateral mengambil alih peran yang awalnya dipimpin oleh hipokampus untuk mengintegrasikan urutan kejadian ke dalam ingatan tentang rasa takut, hal itu mengurangi cakupan rasa takut.

Riset ini juga menyoroti bahwa individu dengan kecemasan tinggi, yang berisiko lebih tinggi mengalami PTSD (gangguan stres pascatrauma), mungkin kesulitan dengan integrasi memori ini.

Otak mereka menunjukkan integrasi yang lebih lemah dari memori episodik berbasis waktu melalui korteks prefrontal dorsolateral, yang dapat menyebabkan rasa takut yang terus-menerus dan luar biasa yang terkait dengan isyarat asosiatif.

Wawasan ini membuka jalan baru untuk intervensi PTSD dengan menargetkan kemampuan otak untuk mengintegrasikan memori episodik setelah trauma.

"Temuan kami mengungkap fenomena yang sebelumnya tidak diketahui dalam cara otak memprioritaskan dan memproses memori ketakutan," kata penulis utama Dr. Aurelio Cortese dari Advanced Telecommunications Research Institute (ATR).

Sedangkan penulis terakhir Dr. Ai Koizumi dari Sony Computer Science Laboratories, Inc. menambahkan, "Penyeimbangan ulang yang bergantung pada waktu antara wilayah otak ini dapat menjelaskan mengapa beberapa individu mengembangkan PTSD sementara yang lain tidak".

Temuan studi ini berpotensi untuk membentuk kembali pemahaman tentang PTSD dan pemrosesan memori ketakutan. Yang berarti menawarkan perspektif baru untuk mengembangkan intervensi lebih efektif.

Baca juga: Kenali tanda dan gejala trauma juga cara mengatasinya

Baca juga: Stres bisa menular