Jakarta (ANTARA) - Belum habis residu politik dari Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden pada Februari lalu, kini kita dihadapkan pada tantangan baru: Pilkada Serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024.

Sebagai momentum politik yang krusial, Pilkada Serentak 2024 tidak hanya menjadi ajang kontestasi demokrasi lokal, tetapi juga cerminan kesiapan bangsa dalam menjaga ketahanan nasional (national resilience). Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, terutama dalam mengatasi berbagai masalah yang mungkin muncul dari pemilu sebelumnya, seperti sengketa hasil pemilihan, kampanye hitam, serta ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil proses demokrasi.

Pilkada Serentak 2024 akan melibatkan 545 daerah, termasuk 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Melihat skala Pilkada yang luas, tantangan yang dihadapi jauh lebih besar dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Keberagaman budaya, kepentingan politik, serta aspirasi daerah menjadi faktor-faktor penting yang harus diakomodasi.

Dinamika politik lokal akan berpadu dengan kepentingan nasional, sehingga menjamin kelancaran, keadilan, dan proses demokrasi yang sehat adalah hal yang wajib diperhatikan. Dengan kompleksitas semacam ini, persiapan dan perencanaan strategis menjadi sangat penting untuk memastikan Pilkada berjalan dengan baik.

Salah satu elemen penting dalam memastikan keberhasilan Pilkada Serentak 2024 adalah menjaga integritas penyelenggaraan pemilu. Kepercayaan publik terhadap proses pemilu masih menjadi persoalan besar yang harus diatasi.

Pengalaman selama Pemilu Presiden dan Legislatif sebelumnya menunjukkan bahwa berbagai isu muncul, seperti kecurangan dalam penghitungan suara, penggunaan politik uang, serta pelanggaran aturan kampanye. Masalah-masalah ini harus diatasi secara serius agar tidak terulang dalam Pilkada 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga keadilan, keterbukaan, dan transparansi dalam seluruh proses pemilihan. Namun, masalah yang seringkali muncul adalah ketidakpatuhan penyelenggara pemilu terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK sebagai lembaga hukum tertinggi dalam urusan pemilu sering kali mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat, namun pada beberapa kasus, pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakpatuhan ini dapat menciptakan ketidakpuasan publik, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi yang terlibat dalam proses pemilu.

Apalagi KPU baru saja melakukan pergantian pimpinan yang kini dinakhodai oleh Mochammad Afifudin seorang santri yang sudah malang melintang dalam dunia kepemiluan yang diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik. Meskipun bukan tugas yang mudah tapi harus tetap dijalankan demi menjaga maruah KPU itu sendiri sebagai salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi kita saat ini.

Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, pernah menyatakan bahwa praktik demokrasi bisa berjalan dengan baik jika penyelenggara pemilu bekerja sesuai dengan koridor hukum yang sudah ditetapkan. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya sinergi antara KPU, Bawaslu, dan MK dalam menciptakan infrastruktur politik yang sehat dan terpercaya. Jika ketiga lembaga ini dapat bekerja dengan harmonis, maka proses demokrasi dapat berjalan lebih baik, dan kepercayaan publik terhadap sistem politik kita akan semakin meningkat.

Partisipasi masyarakat sebagai pilar demokrasi

Selain integritas penyelenggara, partisipasi aktif masyarakat juga menjadi elemen yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan demokrasi yang sehat. Pilkada Serentak 2024 adalah kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses politik di tingkat lokal. Partisipasi yang tinggi menjadi indikator positif dari kesehatan demokrasi suatu negara. Dalam hal ini, tanggung jawab tidak hanya ada di tangan penyelenggara pemilu, tetapi juga partai politik, organisasi masyarakat sipil, serta pemilih itu sendiri.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya memilih pemimpin daerah yang kompeten dan berintegritas harus terus ditingkatkan. Pendidikan politik bagi pemilih menjadi kunci penting agar mereka dapat memilih secara rasional dan berdasarkan informasi yang akurat. Seringkali, pemilih hanya memilih berdasarkan popularitas calon atau tekanan sosial tanpa benar-benar memahami visi, misi, dan program yang diusung calon tersebut.

Pendidikan pemilih ini dapat dilakukan melalui kampanye pendidikan politik oleh partai politik, organisasi masyarakat sipil, serta institusi pendidikan. Melalui seminar, diskusi, atau kampanye informasi, pemilih dapat lebih memahami bagaimana proses pemilu berjalan dan mengapa penting untuk memilih berdasarkan pertimbangan yang matang. Pemilih yang teredukasi dengan baik akan lebih mampu memilih pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk memajukan daerah mereka.

Peran media

Dalam proses Pilkada, media juga memegang peran yang sangat penting. Media tidak hanya menjadi sarana penyampaian informasi, tetapi juga berfungsi sebagai pengawas demokrasi. Dengan memberikan laporan yang mendalam dan objektif, media dapat membantu masyarakat mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai calon-calon pemimpin daerah.

Namun, peran media juga harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi media adalah maraknya hoaks dan disinformasi, terutama di masa kampanye pemilu. Berita palsu sering kali digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memanipulasi opini publik, merusak reputasi calon, atau menciptakan ketidakstabilan politik. Oleh karena itu, media harus menjaga integritasnya dengan menyajikan informasi yang akurat dan terverifikasi.

Selain itu, masyarakat juga perlu dilatih untuk lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima. Literasi digital menjadi kunci dalam menghadapi arus informasi yang sangat deras di era teknologi ini. Dengan kemampuan literasi yang baik, masyarakat dapat lebih bijak dalam menyaring informasi dan tidak mudah terjebak oleh berita-berita palsu yang beredar di media sosial.

Kolaborasi semua pihak

Keberhasilan Pilkada Serentak 2024 sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak yang terlibat, mulai dari KPU, Bawaslu, MK, partai politik, media, hingga masyarakat umum. Bung Fai, seorang peneliti dari Lembaga Pendidikan Politik Dignity Politica, menekankan pentingnya sinergi antara seluruh elemen penyelenggara pemilu untuk menciptakan iklim politik yang sehat. Tanpa kolaborasi yang baik, proses demokrasi dapat terganggu oleh konflik kepentingan, ketidakadilan, dan pelanggaran aturan.

Selain itu, penegak hukum juga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa semua pelanggaran yang terjadi selama proses Pilkada ditangani dengan tegas. Setiap bentuk kecurangan, intimidasi, atau pelanggaran hukum lainnya harus ditindak secara transparan dan adil. Dengan demikian, masyarakat akan merasa lebih aman dan percaya bahwa proses pemilu berjalan dengan jujur dan adil.

Tidak kalah penting adalah peran dari partai politik. Partai harus menyiapkan calon-calon pemimpin yang memiliki visi jelas, kemampuan, dan rekam jejak yang baik dalam melayani masyarakat. Ini penting agar Pilkada tidak hanya menjadi ajang kontestasi politik, tetapi juga momentum untuk melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas yang mampu membawa perubahan positif di tingkat lokal.

Menghadapi Pilkada Serentak 2024, kita harus memandangnya sebagai bagian dari upaya untuk membangun ketahanan nasional. Ketahanan nasional tidak hanya mencakup aspek pertahanan fisik, tetapi juga mencakup kemampuan masyarakat dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan sistem politik. Pilkada yang sukses akan menjadi bukti bahwa demokrasi kita mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan politik yang ada, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Dengan komitmen pada transparansi, integritas, dan keterlibatan aktif semua pihak, Pilkada Serentak 2024 bisa menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi Indonesia. Kesuksesan Pilkada akan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ketahanan nasional yang kuat dalam menghadapi dinamika politik yang kompleks, dan ini akan berdampak positif pada citra demokrasi kita di mata dunia internasional.

Akhir kata, mari kita songsong Pilkada Serentak 2024 dengan optimisme dan semangat membangun Indonesia yang lebih baik. Dengan menjaga komitmen kita terhadap demokrasi, kita bisa memastikan bahwa proses pemilihan ini tidak hanya sekadar rutinitas, tetapi menjadi langkah nyata dalam melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas, kompeten, dan berintegritas. Ketahanan nasional kita tidak hanya diukur dari kekuatan militer atau ekonomi, tetapi juga dari kualitas demokrasi yang kita jaga bersama.



*) Muhammad Sutisna, Pengamat Politik dan Intelijen / Co-Founder Forum Intelektual Muda