Jakarta (ANTARA) -
Dalam kalangan masyarakat Muslim, momen Idul Adha dan Aqiqah memiliki makna yang mendalam. Namun, banyak yang bertanya-tanya mengenai prioritas antara berkurban dan melaksanakan aqiqah. Apa sebenarnya yang harus didahulukan, dan bagaimana panduan syariah dalam hal ini?

Berkurban merupakan salah satu ibadah sunnah yang dilaksanakan pada hari Raya Idul Adha. Ibadah ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi rezeki kepada sesama melalui daging hewan kurban.

Sementara itu, aqiqah merupakan perbuatan menyembelih hewan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Aqiqah biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran, atau pada hari keempat belas, kedua puluh satu, atau pada waktu lain jika tidak memungkinkan.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa hewan yang diperbolehkan untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Sementara itu, untuk kurban, hewan ternak yang bisa disembelih meliputi unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba.
Dalam melaksanakan kedua ibadah sunnah ini, seringkali muncul pertanyaan bagi mereka yang ingin berkurban namun belum mengaqiqahkan anaknya: mana yang sebaiknya didahulukan, aqiqah atau kurban? Berikut ini penjelasannya.

Mana yang harus didahulukan, berkurban atau aqiqah?

Aqiqah dan kurban memiliki kesamaan sebagai amalan sunah menurut mazhab Syafii (kecuali jika ada nadzar), di mana keduanya melibatkan penyembelihan hewan yang memenuhi syarat.

Perbedaan utama antara keduanya terletak pada waktu pelaksanaannya. Kurban dilaksanakan hanya pada bulan Dzulhijjah atau hari Idul Adha, sementara aqiqah dilakukan untuk merayakan kelahiran bayi, yang lebih dianjurkan pada hari ketujuh setelah kelahiran.

Aqiqah pada dasarnya adalah hak anak yang diberikan oleh orang tuanya. Anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua yang memiliki rezeki cukup, sebagai bentuk berbagi dalam menyambut kelahiran anak mereka.

Mana yang lebih didahulukan antara kurban dan aqiqah tergantung pada momentum serta situasi yang ada. Jika mendekati hari raya Idul Adha dan kondisi keuangan memadai, maka lebih baik untuk mendahulukan pelaksanaan kurban dibandingkan aqiqah.

Sebaiknya, jika ingin melaksanakan keduanya (kurban dan aqiqah), mengikuti pendapat Imam Ramli yang memperbolehkan dua niat saat menyembelih satu hewan, yaitu niat untuk kurban dan aqiqah sekaligus. Referensi yang digunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani.

قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا

"Qāla Ibn Ḥajar: "Law arāda bil-shāhati al-wāḥidati al-uḍḥiyah wa al-‘aqīqah lam yakf, khilāfan lil-‘allāmah al-Ramlī ḥaythu qāla: "Wa law nawā bil-shāhati al-madhbūḥah al-uḍḥiyah wa al-‘aqīqah ḥaṣalā."

"Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang menginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi."

Salah satu konsekuensi yang mungkin bertentangan dengan pendapat Imam Ramli adalah terkait pembagian daging. Daging kurban lebih baik dibagikan dalam keadaan mentah, sementara daging aqiqah sebaiknya dibagikan dalam kondisi siap saji.

Namun, perbedaan ini tidak perlu menjadi masalah, karena cara pembagian tersebut tidak termasuk hal yang substansial. Kedua metode pembagian daging ini bertujuan untuk meraih keutamaan, bukan untuk menentukan keabsahan ibadah.

Dalam konteks tersebut, melakukan aqiqah secara mandiri tentunya lebih baik daripada tidak melaksanakannya. Rasulullah menyatakan, “Kullu mauludin marhunun bi aqiqatihi,” yang berarti setiap anak yang lahir tergadaikan hingga aqiqahnya dilaksanakan.

Menanggapi hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian memperbolehkan, sementara yang lainnya tidak setuju. Jika ingin mengikuti pendapat yang memperbolehkan, dapat berniat sesuai dengan pandangan Imam Ramli, yang membolehkan dua niat saat menyembelih satu hewan, yaitu niat untuk kurban dan aqiqah sekaligus.

Dapat disimpulkan, urutan pelaksanaan antara berkurban dan aqiqah bergantung pada situasi dan kondisi masing-masing individu. Sebagian besar ulama menyarankan agar jika seseorang mampu melaksanakan keduanya, sebaiknya aqiqah dilakukan terlebih dahulu, terutama untuk anak yang baru lahir, karena aqiqah memiliki waktu pelaksanaan yang lebih terencana.

Dengan demikian, baik berkurban maupun aqiqah merupakan ibadah yang sangat bernilai, dan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan kemampuan serta waktu yang telah ditentukan. Dengan pemahaman yang benar, umat Islam dapat menjalankan kedua ibadah ini dengan khusyuk dan sesuai dengan ketentuan syariat.

Wallahu a'lam bish-shawab.