Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai bahwa Polda NTT memiliki alasan kuat untuk menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Pama Yanma Polda NTT, Ipda Rudy Soik.

"Kami berpandangan, Polda NTT berani memberikan putusan karena sudah melalui proses yang panjang dan lalu menetapkan PTDH,” kata Edi di Jakarta, Senin.

Sebagaimana diketahui, Ipda Rudy Soik telah menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) pada 10 Oktober 2024. Setelah melalui proses persidangan, pada 11 Oktober 2024, Ipda Rudy dijatuhi sanksi PTDH.

Atas sanksi tersebut, Ipda Rudy mengajukan banding kepada Polda NTT.

Menurut Edi, apabila Ipda Rudy merasa diperlakukan tidak adil terkait putusan tersebut, seharusnya melakukan banding atas putusan Komisi Sidang Etik Polda NTT yang sudah menetapkan pemecatan.

“Kinerja Ipda Rudy Soik mungkin selama ini banyak memberantas BBM ilegal, tapi semua harus mengikuti prosedur yang ada. Tentu hal ini yang harus kita tanyakan kepada Polda NTT, apakah SOP sudah dilakukan dengan benar. Polisi tidak boleh salah dalam melakukan tindakan hukum," katanya.

Sementara itu, anggota Kompolnas Yusuf Warsyim menyarankan agar Polda NTT memberikan kesempatan kepada Ipda Rudy untuk mengajukan banding atas putusan KKEP. Ia juga mengatakan bahwa Kompolnas akan mengawasi jalannya sidang.

"Kompolnas akan memantau proses banding nantinya. Tentu proses sidang banding tetap harus profesional, transparan dan akuntabel,” kata dia.

Adapun Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima permohonan banding yang diajukan Ipda Rudy Soik dan akan memfasilitasi proses banding tersebut.

Mantan Kapolres Timor Tengah Selatan (TTS) itu menegaskan bahwa Polda NTT berkomitmen untuk menjalankan proses hukum yang adil dan transparan dengan memberikan kesempatan kepada semua anggota Polri untuk membela hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Proses banding ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," pungkasnya.

Ia juga membantah bahwa pemberhentian Ipda Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) saja. Ia menyebut, ada 12 pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan Rudy.

"Rudy Soik terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman," ucapnya.