Dhaka (ANTARA) - Kerusuhan buruh yang terjadi belum lama ini di beberapa pusat industri garmen siap pakai di pinggiran Dhaka, ibu kota Bangladesh, telah menyebabkan kerugian senilai hampir setengah miliar dolar AS

"Kami mengalami kerugian produksi sekitar 400 juta dolar (1 dolar AS = Rp15.466) akibat kerusuhan pada September dan Oktober," ungkap Khandoker Rafiqul Islam, presiden Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh (Bangladesh Garment Manufacturers and Exporters Association/BGMEA), dalam sebuah konferensi pers di Dhaka pada Sabtu (19/10).

Dia menekankan pentingnya menjaga hukum dan ketertiban di pusat-pusat industri karena sejumlah pabrik saat ini masih beroperasi seperti biasa.

Kendati demikian, pesanan kerja dari para peritel dan merek pakaian internasional besar telah kembali normal setelah gejolak yang terjadi selama beberapa pekan akibat kerusuhan buruh, katanya.

Ratusan pabrik garmen siap pakai di pusat-pusat industri seperti Ashulia dan Gazipur, Bangladesh, ditutup karena kerusuhan buruh yang berlangsung selama beberapa pekan.

Puluhan ribu pekerja dilaporkan telah melakukan aksi unjuk rasa atas berbagai tuntutan, termasuk bonus untuk kehadiran mereka, tunjangan makan, penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK), dan tunjangan-tunjangan lainnya.

Bangladesh menjadi pemain penting dalam industri garmen global, mengamankan posisinya sebagai eksportir garmen terbesar kedua di seluruh dunia setelah China.

Negara Asia Selatan tersebut memiliki kisaran 3.500 pabrik garmen, yang menyumbang sekitar 85 persen dari kira-kira 50 miliar dolar ekspor tahunannya, memasok ke banyak merek terkemuka dunia.

Menurut BGMEA, 80 persen dari sekitar 4 juta pekerja yang dipekerjakan di pabrik-pabrik garmen siap pakai merupakan perempuan.