Artikel
Profil Sanitiar Burhanuddin yang kembali duduki posisi Jaksa Agung
Oleh Nadia Putri Rahmani
21 Oktober 2024 12:23 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin melantik Mayjen TNI Mokhamad Ali Ridho menjadi Jampidmil dan Patris Yustian Jaya sebagai Kajati Daerah Khusus Jakarta di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (18/10/2024). ANTARA/HO-Kejaksaan Agung RI/am.
Jakarta (ANTARA) - Pada hari Minggu malam tanggal 20 Oktober 2024, Presiden RI Prabowo Subianto resmi mengumumkan 48 nama menteri dan lima pejabat negara setingkat menteri serta 59 Wakil Menteri. Mereka semua yang namanya disebutkan itu tergabung dalam Kabinet Merah Putih.
“Dengan kesepakatan para ketua umum koalisi kami, kami beri nama kabinet ini Kabinet Merah Putih,” ucap Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta.
Salah satu nama dari lima pejabat negara yang ia sebutkan adalah Sanitiar Burhanuddin yang kembali menjabat sebagai Jaksa Agung.
Nama Sanitiar Burhanuddin tidak asing lagi. ST Burhanuddin, singkatan namanya yang lebih akrab digunakan di media, telah memimpin Kejaksaan Agung Republik Indonesia sejak tahun 2019.
Menarik ke belakang, Burhanuddin yang merupakan seorang jaksa karier, sudah lama berkecimpung di dunia hukum. Pria yang lahir pada 17 Juli 1954 itu merupakan lulusan sarjana hukum Universitas Diponegoro pada tahun 1983, magister manajemen Universitas Indonesia pada tahun 2001, dan meraih gelar doktor dari Universitas Satyagama pada tahun 2006.
Burhanuddin mengawali kariernya di Kejaksaan pada tahun 1989 dengan mengikuti Pendidikan Pembentukan Jaksa.
Dua tahun kemudian, ia mulai meniti karier dengan ditugaskan di berbagai posisi penting, yaitu sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bangko Jambi, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi, Asisten Pidana Khusus Kejati Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap, Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat, dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NAD.
Perannya di berbagai posisi penting tersebut membuahkannya promosi menjadi Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada tahun 2007.
Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 2008, Burhanuddin mendapatkan promosi sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Kemudian, pada tahun 2009, ia kembali bertugas di Kejaksaan Agung dengan jabatan Inspektur V Jaksa Agung Muda Pengawasan. Pada tahun 2010, ia dipromosikan lagi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi.
Sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung pada tahun 2019, Burhanuddin menduduki posisi sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) sejak tahun 2011 hingga akhirnya memutuskan pensiun pada 2014.
Kembalinya Burhanuddin dengan menjadi Jaksa Agung RI pada tahun 2019 membawa perubahan besar pada institusi penegak hukum tersebut.
Pengungkapan kasus besar
Pada awal dilantik sebagai Jaksa Agung, namanya sempat dikait-kaitkan dengan saudara kandungnya Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) TB Hasanuddin yang merupakan salah seorang politisi PDI Perjuangan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa dirinya tetap bekerja secara profesional.
Ia memandang hubungan saudara dengan Hasanuddin itu seharusnya tidak dipersoalkan karena dirinya datang dari kalangan profesional, terlebih dirinya merupakan jaksa karier.
Keprofesionalan itu membuat dirinya mampu memimpin Kejaksaan hingga bisa mengungkap berbagai kasus, bahkan kasus korupsi kelas kakap atau big fish yang merugikan negara ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Satu kasus megakorupsi yang berhasil diungkap oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung adalah perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertimbangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga tahun 2022.
Kasus tersebut merugikan negara sebesar Rp300 triliun yang terbagi menjadi kerugian negara sebesar Rp29 triliun dan kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun.
Jauh sebelum itu, Kejaksaan Agung juga mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap dengan nilai kerugian negara fantastis, seperti Asabri dengan kerugian Rp22,78 triliun dan korupsi Jiwasraya Rp16,807 triliun.
Kemudian korupsi lahan sawit oleh Duta Palma Group dengan kerugian negara mencapai Rp104,1 triliun, dan korupsi eksportasi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng yang melibatkan sejumlah perusahaan pengolah minyak sawit dengan kerugian negara Rp18 triliun.
Selain itu, Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Burhanuddin juga mencatatkan prestasi di bidang tindak pidana lainnya. Untuk keadilan restoratif (restorative justice) yang berada di bawah tindak pidana umum, pada Semester I Tahun 2024, penghentian penuntutan dengan pendekatan tersebut sejak diundangkannya beleid adalah sebanyak 5.482 perkara serta membentuk Rumah Restorative Justice sebanyak 4.617 dan Balai Rehabilitasi NAPZA sebanyak 112.
Pada Semester I Tahun 2024 pula bidang perdata dan tata usaha negara (datun) Kejaksaan Agung berhasil menyelamatkan keuangan negara melalui jalur perdata sebesar Rp23 triliun dan emas seberat 107 ton serta pemulihan keuangan negara sebesar Rp636 miliar.
Capaian prestasi
Keberhasilan Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Burhanuddin dalam mengungkap perkara korupsi big fish membuahkan catatan prestasi di khalayak masyarakat.
Pada medio April 2024, hasil survei Indikator Politik Indonesia menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling dipercaya publik. Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan berada di angka 74,7 persen, mengungguli Mahkamah Konstitusi, pengadilan, Polri, juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun Burhanuddin sendiri pernah mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya X dari Presiden RI pada tahun 1998 dan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden RI pada tahun 2007.
Tangan dingin Burhanuddin di Kejaksaan Agung pun membawa harapan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka selama lima tahun ke depan.
Bukan tidak mungkin bahwa salah satu misi Astacita Prabowo-Gibran, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba, dapat terwujud dengan optimal melalui kontribusi Kejaksaan Agung di bawah pimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
“Dengan kesepakatan para ketua umum koalisi kami, kami beri nama kabinet ini Kabinet Merah Putih,” ucap Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta.
Salah satu nama dari lima pejabat negara yang ia sebutkan adalah Sanitiar Burhanuddin yang kembali menjabat sebagai Jaksa Agung.
Nama Sanitiar Burhanuddin tidak asing lagi. ST Burhanuddin, singkatan namanya yang lebih akrab digunakan di media, telah memimpin Kejaksaan Agung Republik Indonesia sejak tahun 2019.
Menarik ke belakang, Burhanuddin yang merupakan seorang jaksa karier, sudah lama berkecimpung di dunia hukum. Pria yang lahir pada 17 Juli 1954 itu merupakan lulusan sarjana hukum Universitas Diponegoro pada tahun 1983, magister manajemen Universitas Indonesia pada tahun 2001, dan meraih gelar doktor dari Universitas Satyagama pada tahun 2006.
Burhanuddin mengawali kariernya di Kejaksaan pada tahun 1989 dengan mengikuti Pendidikan Pembentukan Jaksa.
Dua tahun kemudian, ia mulai meniti karier dengan ditugaskan di berbagai posisi penting, yaitu sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bangko Jambi, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi, Asisten Pidana Khusus Kejati Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap, Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat, dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NAD.
Perannya di berbagai posisi penting tersebut membuahkannya promosi menjadi Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada tahun 2007.
Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 2008, Burhanuddin mendapatkan promosi sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Kemudian, pada tahun 2009, ia kembali bertugas di Kejaksaan Agung dengan jabatan Inspektur V Jaksa Agung Muda Pengawasan. Pada tahun 2010, ia dipromosikan lagi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi.
Sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung pada tahun 2019, Burhanuddin menduduki posisi sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) sejak tahun 2011 hingga akhirnya memutuskan pensiun pada 2014.
Kembalinya Burhanuddin dengan menjadi Jaksa Agung RI pada tahun 2019 membawa perubahan besar pada institusi penegak hukum tersebut.
Pengungkapan kasus besar
Pada awal dilantik sebagai Jaksa Agung, namanya sempat dikait-kaitkan dengan saudara kandungnya Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) TB Hasanuddin yang merupakan salah seorang politisi PDI Perjuangan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa dirinya tetap bekerja secara profesional.
Ia memandang hubungan saudara dengan Hasanuddin itu seharusnya tidak dipersoalkan karena dirinya datang dari kalangan profesional, terlebih dirinya merupakan jaksa karier.
Keprofesionalan itu membuat dirinya mampu memimpin Kejaksaan hingga bisa mengungkap berbagai kasus, bahkan kasus korupsi kelas kakap atau big fish yang merugikan negara ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Satu kasus megakorupsi yang berhasil diungkap oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung adalah perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertimbangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga tahun 2022.
Kasus tersebut merugikan negara sebesar Rp300 triliun yang terbagi menjadi kerugian negara sebesar Rp29 triliun dan kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun.
Jauh sebelum itu, Kejaksaan Agung juga mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap dengan nilai kerugian negara fantastis, seperti Asabri dengan kerugian Rp22,78 triliun dan korupsi Jiwasraya Rp16,807 triliun.
Kemudian korupsi lahan sawit oleh Duta Palma Group dengan kerugian negara mencapai Rp104,1 triliun, dan korupsi eksportasi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng yang melibatkan sejumlah perusahaan pengolah minyak sawit dengan kerugian negara Rp18 triliun.
Selain itu, Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Burhanuddin juga mencatatkan prestasi di bidang tindak pidana lainnya. Untuk keadilan restoratif (restorative justice) yang berada di bawah tindak pidana umum, pada Semester I Tahun 2024, penghentian penuntutan dengan pendekatan tersebut sejak diundangkannya beleid adalah sebanyak 5.482 perkara serta membentuk Rumah Restorative Justice sebanyak 4.617 dan Balai Rehabilitasi NAPZA sebanyak 112.
Pada Semester I Tahun 2024 pula bidang perdata dan tata usaha negara (datun) Kejaksaan Agung berhasil menyelamatkan keuangan negara melalui jalur perdata sebesar Rp23 triliun dan emas seberat 107 ton serta pemulihan keuangan negara sebesar Rp636 miliar.
Capaian prestasi
Keberhasilan Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Burhanuddin dalam mengungkap perkara korupsi big fish membuahkan catatan prestasi di khalayak masyarakat.
Pada medio April 2024, hasil survei Indikator Politik Indonesia menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling dipercaya publik. Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan berada di angka 74,7 persen, mengungguli Mahkamah Konstitusi, pengadilan, Polri, juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun Burhanuddin sendiri pernah mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya X dari Presiden RI pada tahun 1998 dan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden RI pada tahun 2007.
Tangan dingin Burhanuddin di Kejaksaan Agung pun membawa harapan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka selama lima tahun ke depan.
Bukan tidak mungkin bahwa salah satu misi Astacita Prabowo-Gibran, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba, dapat terwujud dengan optimal melalui kontribusi Kejaksaan Agung di bawah pimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: