Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berkomitmen meningkatkan perhatian terhadap berbagai hal yang disoroti oleh masyarakat di wilayah timur Indonesia, salah satunya usulan Pemprov Maluku Utara terkait pembentukan daerah otonomi baru Sofifi.

Sofifi sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara saat ini menyandang status administratif sebagai kelurahan, bukan sebuah daerah otonom, seperti kota/kabupaten layaknya sebagai ibu kota provinsi di Indonesia.

“Situasi ini tentu berpengaruh pada proses penyelenggaraan pemerintah yang selama ini tidak bisa bekerja optimal. Hal ini patut menjadi perhatian dan bisa ditindaklanjuti,” kata anggota DPD asal Maluku Utara Graal Taliawo dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Mempertimbangkan hal tersebut, ia pun mengundang Pj. Gubernur Maluku Utara untuk menyampaikan permasalahan tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka penyusunan RUU Program Rencana Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029 dan RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2025 yang berlangsung di Jakarta, Rabu (16/10).

“Ketika tahu ada agenda RDP, saya antusias langsung mengusulkan kepada Ketua PPUU untuk mengundang perwakilan pemerintah dari Maluku Utara. Kami menyadari pentingnya membuka ruang khususnya bagi Indonesia bagian timur untuk menyuarakan dan terlibat mendiskusikan kebijakan di level pemerintah,” ucap Graal.

Ia menyatakan bahwa menyuarakan kebutuhan dan kepentingan daerah merupakan salah satu upaya untuk mendorong optimalisasi peran dan kewenangan legislasi DPD.

Selain itu, lanjutnya, upaya optimalisasi peran DPD juga dapat dilakukan dengan menguatkan mekanisme internal, meningkatkan kualitas legislasi, serta melaksanakan pemantauan dan peninjauan undang-undang.

Selain perwakilan pemerintah Maluku Utara, RDP tersebut juga mengundang Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim yang berharap ada RUU yang dapat menjawab dan menyelesaikan delapan permasalahan pokok di provinsi tersebut.

Delapan permasalahan tersebut adalah kemiskinan, stunting, pengangguran, ketimpangan pembangunan, kesiapan bonus demografi, degradasi lingkungan, persoalan infrastruktur, dan ketahanan pangan.

Graal, yang juga merupakan Wakil Ketua I Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, mengapresiasi berbagai masukan dan respons positif yang diberikan oleh para pemangku kepentingan bagi kerja PPUU ke depan.

“Semua telah dicatat dan akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme di internal DPD. Keterlibatan dan kolaborasi dengan unsur pemerintah, legislatif daerah, serta masyarakat sipil adalah tahapan yang begitu penting dan tidak boleh terlewatkan dalam penyusunan Prolegnas yang dilakukan DPD ini,” imbuhnya.