Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) untuk periode 2025-2045 menjadi tonggak penting dalam pembangunan kebudayaan nasional guna menciptakan Indonesia yang bahagia dan sejahtera.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2024 ini berperan penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman.

"RIPK 2025-2045 bukan hanya soal melestarikan warisan budaya, tetapi juga memanfaatkan budaya sebagai kekuatan pendorong kesejahteraan masyarakat,” kata Hilmar dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Perpres ini, kata Hilmar, hadir sebagai respons atas kebutuhan akan dokumen strategis kebudayaan jangka panjang, yang tidak hanya memfokuskan pada pelestarian warisan budaya, tetapi juga pengembangan kebudayaan sebagai penguatan identitas nasional dan kontribusi Indonesia di tingkat global.

Ia menjelaskan, dalam RIPK, ditetapkan visi besar "Indonesia Bahagia Berlandaskan Keanekaragaman Budaya yang Mencerdaskan, Mendamaikan, dan Menyejahterakan" yang menekankan kebudayaan sebagai aset nasional yang harus dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

“Visi ini sangat relevan dengan kebutuhan kita saat ini, di mana interaksi lintas budaya dan pemanfaatan budaya untuk diplomasi internasional menjadi semakin krusial," ujar Hilmar.

Baca juga: Kemendikbudristek: Cara hidup berkelanjutan jadi dasar RIPK 2025-2045

Adapun RIPK 2025-2045 mengusung tujuh misi utama, yaitu pertama, menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya serta mendorong interaksi budaya lintas kelompok untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif. Kedua, melindungi dan mengembangkan nilai serta ekspresi budaya tradisional, sehingga kebudayaan nasional terus diperkaya oleh warisan leluhur.

Ketiga, memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional, terutama melalui diplomasi budaya.

Keempat, menggunakan objek pemajuan kebudayaan sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat, terutama melalui pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata berbasis budaya. Kelima, memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem budaya dalam konteks keberlanjutan lingkungan.

Keenam, mendorong reformasi kelembagaan dan penganggaran dalam mendukung pemajuan kebudayaan agar lebih efektif dan efisien. Ketujuh, meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam pemajuan kebudayaan, dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif.

"Perpres RIPK ini menjadi kerangka penting dalam merumuskan kebijakan kebudayaan dalam 20 tahun ke depan," kata Hilmar.

Salah satu aspek penting dari RIPK adalah penekanan pada tiga arah kebijakan utama dalam pemajuan kebudayaan, yaitu mewujudkan jaminan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai budayanya secara partisipatif dan inklusif.

Baca juga: Cak Imin: Kebudayaan miliki peran penting dalam pembangunan nasional

Kemudian, mewujudkan pengelolaan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dan cagar budaya yang berkelanjutan sebagai landasan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengaruh kebudayaan Indonesia di dunia internasional. Selanjutnya mewujudkan peningkatan mutu tata kelola pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan.

Hilmar mengatakan, setiap arah kebijakan tersebut dijabarkan dalam strategi-strategi konkret yang akan dilaksanakan secara bertahap, termasuk peningkatan pemberian fasilitas bagi komunitas budaya, pengembangan budaya tradisional dalam harmoni dengan budaya modern, serta peningkatan kualitas layanan dan infrastruktur kebudayaan.

RIPK juga akan diimplementasikan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemajuan Kebudayaan yang diperbarui setiap lima tahun. Salah satu inovasi penting dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah penggunaan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai alat ukur keberhasilan.

Pada tahun 2023, IPK Indonesia mencapai 57,13 poin dan ditargetkan meningkat menjadi 68,15 poin pada tahun 2045.

"Indeks ini menjadi tolak ukur penting dalam menilai sejauh mana kebijakan kebudayaan mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kita optimistis bahwa target itu dapat dicapai," ujarnya.

Baca juga: Kemdikbud: RI bisa jadikan budaya kekuatan nasional seperti Korsel

Melalui Perpres Nomor 115 Tahun 2024 ini, kata Hilmar, pemerintah daerah juga didorong untuk berperan aktif dalam menyusun program kebudayaan yang sejalan dengan kebijakan nasional. Selain itu, ia juga menekankan partisipasi aktif masyarakat dan komunitas budaya menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan RIPK ini.