Mantan Sekjen Deplu dituntut tiga tahun penjara
25 Juni 2014 16:01 WIB
Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Sudjadnan Parnohadiningrat saat mendengarkan dakwaan jaksa dalam sidang kasus korupsi dana penyelenggaraan kegiatan sidang internasional di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/3). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (Deplu) Sudjadnan Parnohadiningrat dituntut dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan dalam perkara korupsi dana penyelenggaraan 12 konferensi internasional.
Selain itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut dia membayar uang pengganti Rp330 juta.
"Bila terdakwa tidak mampu membayarnya diganti tiga bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Sri Kuncoro Hadi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Menurut jaksa, Sudjadnan bersalah melakukan korupsi dalam 12 kegiatan internasional yang dilaksanakan Februari 2004 sampai April 2005 dengan pola penunjukkan langsung professional convention organizer (PCO) tanpa prosedur penunjukan yang semestinya tapi laporan pertanggungjawabannya seolah-olah menggunakan PCO.
"Terdakwa Sudjanan Parnohadiningrat punya kesempatan dan kewenangan karena merupakan Sekjen sekaligus ex oficio Kuasa Pengguna Anggaran pada 2004-2005, sehingga dapat memerintahkan penunjukkan langsung PCO tanpa penunjukkan semestinya," kata jaksa.
Dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban, Sudjanan memerintahkan mantan Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka dan mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Biro Keuangan I Gusti Putu Adnyana untuk membuat laporan yang tidak sesuai dan membagikan sisa uang kepada pejabat dan staf Departemen Luar Negeri dan kebutuhan lain yang tidak sesuai peruntukannya.
Dari 12 konferensi internasional kegiatan tersebut terdapat selisih nilai dalam laporan pertangungjawaban dan pengeluaran sebenarnya sebesar Rp12,74 miliar sehingga memperkaya Sudjanan dan orang lain.
Orang yang menurut jaksa mendapat mendapat keuntungan dari tindakan itu adalah Sudjanan (Rp330 juta), mantan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda (Rp440 juta), mantan Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka (Rp15 juta), mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Biro Keuangan I Gusti Putu Adnyana (Rp165 juta).
Tindakan itu juga memperkaya Kepala bagian pengendali anggaran Suwartini Wirta (Rp165 juta), Sekretariat (Rp110 juta), dirjen yang membidangi kegiatan (Rp50 juta), direktur yang membidangi yaitu Hasan Kleib (Rp100 juta), Djauhari Oratmangun (Rp100 juta), dan Iwan Wiranata Admaja (Rp75 juta).
Selisih uang dari 12 konferensi itu juga mengalir untuk kegiatan malam kebudayaan pada pertemuan tingkat Menlu ASEAN ke-37 (Rp1,45 miliar), pembayaran pajak 2004-2005 PT Pactoconvex Niagatama (Rp1 miliar) dan pembayaran jasa konsultan fiktif PT Pactoconvex Niagatama dan PT Royalindo (Rp600 juta).
Inspektur Jenderal Deplu menemukan kerugian negara Rp12,74 miliar dalam 12 konferensi internasional itu dan Rp1,65 miliar di antaranya sudah dikembalikan.
"Menurut keterangan saksi Warsita Eka dan I Gustu Putu ditanggung bersama antara terdakwa, Menlu Hasan Wirajuda, Warsita Eka dan I Gusti Putu namun kenyataannya pengembalian hanya dilakukan oleh Warsita Eka dan I Gusti Putu," kata jaksa.
"Warsita menggunakan tabungannya sebesar Rp400 juta dengan cara meminjam pada adik dan teman kantor tanpa perjanjian dan jaminan," tambah jaksa.
Sedangkan penggantian kerugian untuk Sudjanan dan Hasan Wirajuda dipinjami oleh I Gusti Putu dengan meminjam teman kantornya sebesar 800 juta tanpa perjanjian dan jaminan, hanya tanda terima kuitansi. I Gusti Putu pun sampai sekarang belum melunasi peminjamannya.
Namun jaksa menganggap keterangan Warsita Eka tidak rasional karena mau mengganti kerugian negara Rp400 juta meski mengaku tidak pernah merugikan keuangan negara.
Jaksa juga menilai keterangan I Gusti Putu bahwa ia meminjam Rp1,2 miliar untuk melunasi kerugian negara yang sampai sekarang belum dikembalikan kepada temannya tidak rasional.
"Tidak rasional ada yang mau meminjami uang kepada I Gusti Putu Adnyana tanpa jaminan. Berdasarkan hal-hal tersebut, alasan terdakwa sudah sepatutnya ditolak," ungkap jaksa.
Namun jaksa tetap melihat bahwa Sudjanan berjasa pada negara dengan upayanya untuk memperbaiki citra Indonesia karena sukses menyelenggarakan 17 konferensi internasional setelah kejadian pengeboman di Bali serta di depan Kedutaan Besar Australia dan Hotel JW Marriot Jakarta.
"Terdakwa juga berhasil mendatangkan bantuan dari negara lain untuk bantuan tsunami," kata jaksa.
Sudjanan punya waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan.
Sebelumnya, Sudjadnan terbukti terlibat korupsi dana perbaikan gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura 2003-2004. Dia divonis dengan hukuman 20 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 19 Januari 2011.
Selain itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut dia membayar uang pengganti Rp330 juta.
"Bila terdakwa tidak mampu membayarnya diganti tiga bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Sri Kuncoro Hadi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Menurut jaksa, Sudjadnan bersalah melakukan korupsi dalam 12 kegiatan internasional yang dilaksanakan Februari 2004 sampai April 2005 dengan pola penunjukkan langsung professional convention organizer (PCO) tanpa prosedur penunjukan yang semestinya tapi laporan pertanggungjawabannya seolah-olah menggunakan PCO.
"Terdakwa Sudjanan Parnohadiningrat punya kesempatan dan kewenangan karena merupakan Sekjen sekaligus ex oficio Kuasa Pengguna Anggaran pada 2004-2005, sehingga dapat memerintahkan penunjukkan langsung PCO tanpa penunjukkan semestinya," kata jaksa.
Dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban, Sudjanan memerintahkan mantan Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka dan mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Biro Keuangan I Gusti Putu Adnyana untuk membuat laporan yang tidak sesuai dan membagikan sisa uang kepada pejabat dan staf Departemen Luar Negeri dan kebutuhan lain yang tidak sesuai peruntukannya.
Dari 12 konferensi internasional kegiatan tersebut terdapat selisih nilai dalam laporan pertangungjawaban dan pengeluaran sebenarnya sebesar Rp12,74 miliar sehingga memperkaya Sudjanan dan orang lain.
Orang yang menurut jaksa mendapat mendapat keuntungan dari tindakan itu adalah Sudjanan (Rp330 juta), mantan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda (Rp440 juta), mantan Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka (Rp15 juta), mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Biro Keuangan I Gusti Putu Adnyana (Rp165 juta).
Tindakan itu juga memperkaya Kepala bagian pengendali anggaran Suwartini Wirta (Rp165 juta), Sekretariat (Rp110 juta), dirjen yang membidangi kegiatan (Rp50 juta), direktur yang membidangi yaitu Hasan Kleib (Rp100 juta), Djauhari Oratmangun (Rp100 juta), dan Iwan Wiranata Admaja (Rp75 juta).
Selisih uang dari 12 konferensi itu juga mengalir untuk kegiatan malam kebudayaan pada pertemuan tingkat Menlu ASEAN ke-37 (Rp1,45 miliar), pembayaran pajak 2004-2005 PT Pactoconvex Niagatama (Rp1 miliar) dan pembayaran jasa konsultan fiktif PT Pactoconvex Niagatama dan PT Royalindo (Rp600 juta).
Inspektur Jenderal Deplu menemukan kerugian negara Rp12,74 miliar dalam 12 konferensi internasional itu dan Rp1,65 miliar di antaranya sudah dikembalikan.
"Menurut keterangan saksi Warsita Eka dan I Gustu Putu ditanggung bersama antara terdakwa, Menlu Hasan Wirajuda, Warsita Eka dan I Gusti Putu namun kenyataannya pengembalian hanya dilakukan oleh Warsita Eka dan I Gusti Putu," kata jaksa.
"Warsita menggunakan tabungannya sebesar Rp400 juta dengan cara meminjam pada adik dan teman kantor tanpa perjanjian dan jaminan," tambah jaksa.
Sedangkan penggantian kerugian untuk Sudjanan dan Hasan Wirajuda dipinjami oleh I Gusti Putu dengan meminjam teman kantornya sebesar 800 juta tanpa perjanjian dan jaminan, hanya tanda terima kuitansi. I Gusti Putu pun sampai sekarang belum melunasi peminjamannya.
Namun jaksa menganggap keterangan Warsita Eka tidak rasional karena mau mengganti kerugian negara Rp400 juta meski mengaku tidak pernah merugikan keuangan negara.
Jaksa juga menilai keterangan I Gusti Putu bahwa ia meminjam Rp1,2 miliar untuk melunasi kerugian negara yang sampai sekarang belum dikembalikan kepada temannya tidak rasional.
"Tidak rasional ada yang mau meminjami uang kepada I Gusti Putu Adnyana tanpa jaminan. Berdasarkan hal-hal tersebut, alasan terdakwa sudah sepatutnya ditolak," ungkap jaksa.
Namun jaksa tetap melihat bahwa Sudjanan berjasa pada negara dengan upayanya untuk memperbaiki citra Indonesia karena sukses menyelenggarakan 17 konferensi internasional setelah kejadian pengeboman di Bali serta di depan Kedutaan Besar Australia dan Hotel JW Marriot Jakarta.
"Terdakwa juga berhasil mendatangkan bantuan dari negara lain untuk bantuan tsunami," kata jaksa.
Sudjanan punya waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan.
Sebelumnya, Sudjadnan terbukti terlibat korupsi dana perbaikan gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura 2003-2004. Dia divonis dengan hukuman 20 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 19 Januari 2011.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: