Chen menganjurkan pola pikir baru di tengah revolusi AI, serta pentingnya visibilitas yang lebih baik atas risiko pada "attack surface" yang kian berkembang


Singapura, (ANTARA/PRNewswire)- Di GovWare Conference and Exhibition 2024 yang berlangsung di Singapura, Eva Chen, CEO & Cofounder Trend Micro Incorporated (TYO: 4704; TSE: 4704), pemimpin industri keamanan siber dunia, mendorong berbagai pihak agar melakukan penataan ulang di industri keamanan siber. Imbauan ini dilatarbelakangi riset baru Trend Micro yang mengungkap risiko besar yang dihadapi berbagai perangkat, akun, dan aset komputasi awan (cloud) di Asia Tenggara dan dunia. Menurutnya, penjaga keamanan jaringan harus benar-benar makin mengenali berbagai risiko pada titik rentan dalam sistem siber (attack surface).




Dalam Cyber Risk Report edisi terbaru, didapati bahwa akses ilegal terhadap aplikasi cloud yang berisiko tinggi menjadi ancaman terbesar di Asia Tenggara pada Semester I-2024. Apalagi, berbagai perusahaan di wilayah ini semakin bergantung pada layanan cloud, serta ingin menangkap peluang dari teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI). Riset ini mengkaji risiko yang dihadapi berbagai aset dengan data telemetri dari platform Trend Vision One™. Dengan data tersebut, Trend Micro menentukan risiko-risiko terbesar yang terdapat pada sebuah organisasi.




Akun lama dan tidak aktif, serta data sensitif yang dikirim ke luar jaringan perusahaan, juga menjadi risiko yang kerap muncul di Asia Tenggara. Maka, laporan ini menilai Asia Tenggara memiliki risiko terbesar kedua di antara wilayah lain setelah Amerika, bahkan tingkat risiko rata-rata di Asia Tenggara tercatat 43,2. Telekomunikasi, pertanian, dan pendidikan merupakan tiga industri teratas di wilayah tersebut yang memiliki skor risiko rata-rata tertinggi.




Sebagai eksekutif yang telah lama berkarier di industri keamanan siber, Eva menyampaikan pandangannya di GovWare Conference and Exhibition 2024—ajang terkemuka di industri keamanan siber Asia. Menurutnya, pelaku industri harus menyeimbangkan antara risiko teknologi dan daya tahan keamanan siber pada era AI. Berdasarkan perspektif dari ribuan klien perusahaan, Eva membahas pendekatan keamanan siber yang lebih berbasiskan risiko agar target keamanan siber selaras dengan target bisnis. Pendekatan tersebut juga meningkatkan postur keamanan siber sekaligus menopang inovasi dan kesinambungan bisnis.




Eva Chen, CEO, Trend Micro: "Kita tengah berada dalam fase penting ketika peran keamanan siber harus berkembang lebih dari sekadar melawan ancaman. Sejalan dengan kehadiran AI dan teknologi transformatif lain yang kian marak, berbagai perusahaan berhadapan dengan dua tantangan--melindungi organisasi dari serangan siber yang semakin canggih, serta mewujudkan inovasi dan pertumbuhan. Berbagai perusahaan pun harus proaktif mengelola risiko siber, mulai dari membangun visibilitas komprehensif dan mempelajari attack surface. Langkah tersebut juga menjamin inovasi yang dijalankan berbagai perusahaan, serta meningkatkan daya tahan di tengah lanskap digital yang cepat berubah."




Lewat paparannya di GovWare Conference and Exhibition 2024, Eva menggali:

  • Kombinasi antara strategi proaktif dan reaktif agar tim keamanan siber mampu mengantisipasi dan memprediksi risiko serta aktivitas ancaman dengan akurat pada berbagai attack surface.
  • Integrasi kegiatan operasional keamanan siber dan keunggulan deteksi dengan perencanaan kesinambungan bisnis akan menentukan kesuksesan sebuah perusahaan.
  • Mengapa upaya untuk menangani data silo, meningkatkan business intelligence, dan mempercepat perkembangan SDM dalam sebuah perusahaan membutuhkan strategi keamanan siber pada jenjang baru demi melindungi kegiatan operasional pada era AI.
"Intercepting Impact: 2024 Trend Micro Cyber Risk Report" tersedia di: https://www.trendmicro.com/vinfo/sg/security/news/cybercrime-and-digital-threats/intercepting-impact-2024-trend-micro-cyber-risk-report




Tentang "Trend Micro's 2024 Cyber Risk Report"

"Trend Micro's 2024 Cyber Risk Report" mengkaji data telemetri yang diperoleh dari solusi Trend Micro Attack Surface Risk Management (ASRM), serta perangkat bawaan eXtended Detection and Response (XDR). Pembahasan dalam laporan ini terdiri atas dua bagian: dari sisi pengguna, laporan ini menggali risiko yang dihadapi berbagai aset, proses kerja, dan kerentanan, sedangkan dari sisi pelaku tindak keamanan siber, laporan ini mengulas pola perilaku, MITRE, dan TTP. Data global yang digunakan berasal dari telemetri pada periode 25 Desember 2023 hingga 30 Juni 2024. Sementara, data di Asia Tenggara berasal dari telemetri pada periode 1 Januari 2024 hingga 30 Juni 2024.




Dengan katalog insiden risiko keamanan siber, platform Trend Vision One™ menghitung skor risiko untuk setiap jenis aset, serta menyusun indeks untuk berbagai perusahaan dengan mengalikan serangan, kerentanan, dan konfigurasi keamanan siber sebuah aset dengan dampaknya. Sebuah aset dengan dampak bisnis yang rendah, serta sedikit privilese memiliki attack surface yang lebih kecil, sedangkan aset-aset dengan nilai yang lebih tinggi dan privilese lebih banyak memiliki attack surface yang lebih luas.




Tentang Trend Micro

Trend Micro, pemimpin industri keamanan siber global, melindungi pertukaran informasi digital di dunia. Didukung keahlian keamanan siber selama puluhan tahun, riset tentang ancaman global, dan inovasi berkelanjutan, platform keamanan siber Trend Micro melindungi ratusan ribu organisasi dan jutaan orang yang memakai sarana cloud, jaringan, perangkat, dan endpoint. Sebagai pemimpin sektor keamanan siber untuk sarana cloud dan perusahaan, platform Trend Micro menawarkan teknik pertahanan canggih yang dioptimalkan untuk berbagai sarana kerja seperti AWS, Microsoft, dan Google. Platform Trend Micro juga memberikan visibilitas terpusat yang meningkatkan sekaligus mempercepat respons dan deteksi. Didukung 7.000 tenaga kerja di 70 negara, Trend Micro membantu berbagai organisasi memperingkas dan melindungi konektivitas dunia. www.TrendMicro.com.