Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan merekomendasikan waktu dan frekuensi ideal untuk pemberian makan bergizi gratis pada ibu hamil, ibu menyusui, balita, anak usia pra-sekolah (PAUD) hingga SD, serta anak usia SMP-SMA.

“Rekomendasi kelompok kerja perbaikan gizi Kemenkes, makan bergizi gratis sebaiknya diberikan pada anak-anak PAUD hingga SD di waktu pagi, sedangkan untuk SMP dan SMA di makan siang,” kata Ketua Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Mahmud Fauzi dalam diskusi yang diikuti secara daring Jakarta, Kamis.

Sementara untuk ibu hamil dan ibu menyusui, sebaiknya diberikan waktu siang, sedangkan bagi balita di waktu pagi.

Untuk frekuensi pemberian makan bergizi gratis, Kemenkes menyarankan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita selama empat kali setiap pekan, sedangkan bagi anak sekolah PAUD hingga SMA selama lima kali per pekan.

Baca juga: Kemenkes sebut bahan makan bergizi gratis mesti sudah terfortifikasi

Baca juga: Kemenkes: Makan bergizi gratis harus terintegrasi dengan edukasi


“Fungsi makanan bergizi gratis ini mengganti posisi makan siang atau makan pagi. Jadi sekitar 20-25 persen dari kebutuhan kalorinya terpenuhi untuk makan pagi, kalau makan siang 30-35 persen yang terpenuhi,” ucap Fauzi.

Sedangkan durasi yang diperlukan untuk makan bergizi gratis bagi ibu hamil yakni selama sembilan bulan, ibu menyusui selama enam bulan setelah melahirkan, pada balita selama satu tahun, serta pada anak usia PAUD hingga SD selama minimal enam bulan.

“Untuk bahan pangan, sebaiknya diutamakan pangan lokal, dan perlu diperhatikan untuk balita usia 6-23 bulan tidak boleh diberikan susu selain ASI, dan diutamakan menggunakan bahan yang terfortifikasi atau sudah mendapatkan tambahan nutrisi,” paparnya.

Menurutnya, masalah gizi ini dapat berdampak intergenerasi, yang apabila tidak diselesaikan dalam satu siklus, akan berdampak pada siklus berikutnya.

“Kalau seorang ibu hamil mengalami kekurangan gizi, maka anak yang dilahirkan cenderung kurang gizi, sehingga kalau tidak ditangani, maka menyebabkan remaja yang juga kekurangan gizi,” ujar dia.

Ia menekankan, fase 1.000 hari pertama kehidupan (ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun) adalah periode emas dan penting untuk intervensi gizi yang adekuat.

“Pada umumnya, pola konsumsi balita dan anak kita kurang mengkonsumsi Makanan Pendamping (MP-ASI) berprotein hewani, sedangkan pola makan anak-anak remaja kita masih belum baik, 50 persen masih mengkonsumsi makanan manis, asin, dan instan,” tuturnya.

Ia juga memaparkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 di mana kecenderungan makanan dan minuman jadi atau processed food terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni tiga kali lipat daripada daging, telur, dan susu; empat kali lipat daripada ikan, dan enam kali lipat daripada buah dan sayuran.

“Dari kecenderungan pola makan yang masih kurang sehat tersebut, maka makan bergizi gratis yang sekarang sasaran utamanya anak-anak sekolah bisa sekaligus memberikan edukasi tentang pola makan sehat,” demikan Mahmud Fauzi.*

Baca juga: Makan Bergizi Gratis dinilai akan berkontribusi besar ke PDB 2025

Baca juga: Kemendes: Butuh peran semua pihak sukseskan Makan Bergizi Gratis