Jakarta (ANTARA) - Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrin IDAI Dr. dr. Agustini Utari, M.Si. Med, Sp.A(K) menilai pengawasan terhadap penjualan obat keras perlu dievaluasi, bercermin dari kasus penyalahgunaan steroid pada anak yang terjadi belum lama ini.

Agustini mengingatkan steroid termasuk dalam golongan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter. Pada kasus yang baru-baru ini terjadi, seorang pengasuh mendapatkan obat tersebut dari toko daring dengan mudah dan memberikannya pada anak untuk tujuan menambah berat badan.

“Kalau dari cerita yang kemarin dari anak yang viral itu, dia bisa mendapatkan (steroid) secara online tanpa harus ada resep dokter dan sudah membeli berulang kali. Jadi itu yang mungkin harus diawasi,” kata Agustini dalam webinar di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan pengawasan terhadap peredaran atau penjualan obat keras memerlukan peran dari pemangku kebijakan. Dalam hal ini, ia juga memandang perlunya evaluasi atau perbaikan regulasi mengenai peredaran obat keras yang dijualbelikan secara bebas tanpa resep dokter.

Baca juga: IDAI soroti bahaya penyalahgunaan steroid untuk tambah berat badan

Baca juga: Sering jadi penambah BB anak secara instan, ini efek samping steroid


Agustini juga turut mengingatkan para dokter maupun tenaga kesehatan lainnya untuk tetap berhati-hati dalam memberikan resep obat pada pasien dengan selalu mempertimbangkan indikasi medis.

“Jenis steroid yang memang dipakai di dalam kasus yang viral itu adalah deksametason. Itu adalah steroid yang paling kuat. Tetapi di luar itu juga ada steroid yang lain seperti prednison, metilprednisolon, betametason, triamsinolon, hidrokortison, dan yang lainnya,” ujar dia.

Dalam praktik klinis sehari-hari, Agustini juga pernah menemukan kasus serupa di mana pasien anak mengonsumsi steroid tanpa indikasi medis apapun. Kasus itu ia temukan setelah mencurigai bahwa pasien anak tidak mengalami pertumbuhan selama dua tahun. Tubuh anak tetap pendek namun mengalami kegemukan.

“Setelah dua tahun, dia baru ditemukan oleh dokter anak. Kok, dia pendek dan tidak tumbuh selama dua tahun. Barulah menyadari bahwa efek dari obat inilah yang menyebabkan dia tidak tumbuh. Karena dipikir (orang tua), ‘oh, bagus, nafsu makannya jadi tinggi, anaknya jadi gemuk’. Sebetulnya tidak bagus juga menjadi gemuk. Tetapi orang tua kadang-kadang berpikir bahwa gemuk ini menggemaskan. Jadi banyak yang juga memberikan (steroid),” kata dia.

Dalam jangka pendek atau kurang dari dua pekan, efek samping penggunaan steroid tanpa indikasi medis tidak terlalu kentara. Namun, dalam jangka panjang, peningkatan berat badan yang cukup signifikan secara mendadak akibat penggunaan steroid harus diwaspadai.

Agustini menjelaskan efek samping steroid memang menimbulkan peningkatan berat badan secara signifikan dalam waktu singkat. Namun, kondisi ini justru bukan sesuatu yang menyehatkan.

“Pipinya jadi kelihatan tembam (moon face). Sebetulnya di situ ada suatu timbunan cairan dan garam. Jadi sebetulnya bukan gemuk yang sehat kalau (karena konsumsi) steroid. Hanya penampakan luarnya saja kelihatan, tetapi di dalamnya itu bermasalah,” kata dia.

Terdapat sejumlah efek samping dari penggunaan steroid tanpa indikasi medis, mulai dari risiko diabetes, hipertensi, katarak, mood swing, gangguan tidur, hingga insufisiensi adrenal di mana kelenjar adrenal berhenti memproduksi hormon kortisol.

Agustini mengatakan penggunaan steroid atas dasar indikasi medis tertentu sebenarnya sangat bermanfaat seperti untuk pengobatan untuk penyakit-penyakit autoimun, sindrom nefrotik atau gangguan ginjal, hingga beberapa penyakit peradangan yang hebat.

“Kita harus mengingat bahwa kalau dia memang betul-betul membutuhkan dan obatnya hanya ada steroid ini, maka tidak ada salahnya kita tetap memberikan. Karena kita (dokter) tetap mengawasi dan melihat,” kata dia.

Sebelumnya viral di media sosial, seorang ibu di Surabaya membagikan pengalaman anaknya yang diberikan steroid oleh pengasuh tanpa sepengetahuannya sebagai orang tua.

Dalam unggahannya di Instagram, ia menyebutkan salah satu jenis obat yang diberikan yaitu deksametason. Obat tersebut diberikan selama satu tahun.

Kasus tersebut kemudian berujung ke ranah hukum dan Polda Jawa Timur telah menetapkan sang pengasuh sebagai tersangka.*

Baca juga: IDAI soroti pentingnya pemahaman orang tua soal pemberian makan anak