"Pemakaian pestisida yang tidak terkendali akan merugikan petani, konsumen hingga lingkungan," katanya saat memberikan kuliah umum di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jember (Unej), Kamis.
Menurutnya, salah satunya dapat menimbulkan kerusakan sel otak yang mengakibatkan penyakit seperti parkinson, tumor otak, alzhemeir, epilepsi, dimentia hingga penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS.
Sebagai negara agraris, sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia adalah bertani dan pada pertanian masa kini, pemakaian pestisida tidak terelakkan lagi.
Baca juga: Mencuci buah tidak selalu bisa kurangi pestisida
Baca juga: Penggunaan pestisida berisiko sebabkan kanker sama dengan rokok
Bahkan menurut sebuah laporan penelitian, angka pemakaian pestisida di Indonesia mencapai 100 ribu ton per tahun, sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan pemakaian pestisida terbesar di dunia setelah Brazil dan Amerika Serikat.Baca juga: Mencuci buah tidak selalu bisa kurangi pestisida
Baca juga: Penggunaan pestisida berisiko sebabkan kanker sama dengan rokok
Ia menjelaskan neurotoksisitas adalah gangguan pada saraf pusat otak yang kemudian berdampak pada kesehatan manusia mengingat otak adalah pusat kendali tubuh.
“Paparan berlebihan dari pestisida dalam jangka panjang akan merusak mitokondria di sel otak sehingga menimbulkan beragam penyakit semisal alzhemeir, epilepsi, dimentia hingga penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS," katanya.
Khusus ALS tidak hanya menyerang sel saraf motorik otak, namun juga sumsum tulang belakang dan hingga kini belum ditemukan obatnya, sehingga petani diharapkan bijaksana memakai pestisida.
Mantan dokter kepresidenan di era Soeharto itu lantas mendorong FK Unej terus melakukan riset terkait beragam permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat agraris atau kajian Agromedis, sehingga harapannya dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kesehatan petani, pelaku usaha pertanian hingga konsumen.
Hal itu juga sesuai dengan visi dan misi Unej yang fokus pada pengembangan pertanian dan perkebunan industrial.
Sementara pengalaman terkait dampak dari pemakaian pestisida juga pernah dirasakan oleh pengusaha yang mendirikan PT. Mitra Tani 27, Sigit H. Samsu yang pernah menanggung kerugian yang besar karena puluhan kontainer berisi edamame yang dikirimnya ke Jepang ditolak.
"Pasalnya otoritas berwenang di Jepang yang mengawasi keamanan pangan menemukan kadar residu pestisida di edamame yang dikirimnya melebihi ambang batas yang ditentukan," katanya.
Kemudian pihaknya segera mengambil mitigasi, seperti melaksanakan hazard anticipation critical control point, kemudian menelusuri dari mana dan dimana sumber penyebabnya.
Bahkan hingga ke detil terkecil seperti kewajiban bagi karyawan yang memproses edamame untuk menyerahkan seragamnya guna dicuci dan disterilkan agar benar-benar tak ada lagi kebocoran pestisida hingga bakteri E. coli.
"Jika dibiarkan maka produk edamame kami tak akan diperbolehkan masuk ke Jepang lagi dan tentu kerugian besar," katanya.Bahkan hingga ke detil terkecil seperti kewajiban bagi karyawan yang memproses edamame untuk menyerahkan seragamnya guna dicuci dan disterilkan agar benar-benar tak ada lagi kebocoran pestisida hingga bakteri E. coli.
Sementara itu Wakil Dekan I FK Unej dr. Ida Srisurani mengatakan penyelenggaraan kuliah umum guna memantapkan target FK Unej menjadi pusat Agromedis terbaik di kawasan Asia Tenggara.
Salah satunya dengan mendatangkan para pakar kedokteran dari berbagai spesialisasi khususnya di kajian Agromedis serta praktisi dari segala bidang yang mendukung pengembangan Agromedis. Sekaligus mengisi peringatan Dies Natalis ke-60 Unej
“Harapannya, dosen dan mahasiswa kami akan terus termotivasi melaksanakan riset dan kajian di bidang agromedis yang menjadi ciri khas FK Unej," ujarnya.*