Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning berharap agar Korea Selatan dan Korea Utara tetap menjaga perdamaian pasca Korut mengumumkan perubahan konstitusi sehingga meresmikan status Korsel sebagai "musuh".

"China selalu percaya bahwa menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan mempromosikan penyelesaian politik masalah ini dapat memenuhi kepentingan bersama semua pihak," kata Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China pada Kamis (17/10).

Berdasarkan laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Korea Utara (Korut) pada Kamis, memastikan telah mengubah konstitusi untuk secara resmi menunjuk Korea Selatan (Korsel) sebagai negara yang "bermusuhan", dengan alasan ancaman keamanan dan meningkatnya ketegangan antara kedua negara.

"Kami juga mengikuti perkembangan di Semenanjung Korea. Posisi China dalam masalah Semenanjung Korea konsisten, kami harap semua pihak melakukan upaya konstruktif," tambah Mao Ning.

KCNA melaporkan bahwa tindakan tersebut dilakukan karena keadaan keamanan yang serius mengarah ke ambang perang yang tidak dapat diprediksi karena provokasi politik dan militer yang serius dari pasukan yang bermusuhan.

Pengumuman tersebut menandai pertama kalinya Korea Utara secara eksplisit menyebut Korea Selatan sebagai "negara yang bermusuhan" sejak Majelis Rakyat Tertinggi (SPA), badan legislatif Korea Utara, bertemu pekan lalu dan melakukan amendemen konstitusi.

Meski KCNA melaporkan perubahan konstitusional setelah pertemuan SPA, mereka menahan rincian spesifik hingga Kamis.

Pada Januari, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengajukan usulan untuk mendefinisikan ulang status Korea Selatan, dengan menyatakan bahwa kedua negara tidak dapat menempuh jalan menuju reunifikasi nasional bersama-sama.

Dalam pidatonya di SPA, Kim menyerukan amendemen, dengan menggambarkan Korea Selatan sebagai "musuh utama yang tidak berubah-ubah."

Keputusan untuk mengubah konstitusi dan menyatakan Korea Selatan sebagai negara yang bermusuhan itu menyusul serangkaian eskalasi.

Tahun lalu, Korea Utara membatalkan perjanjian antar-Korea tahun 2018 yang telah menetapkan zona penyangga di sepanjang perbatasan darat dan laut serta zona larangan terbang di atas zona demiliterisasi.

Penangguhan perjanjian ini memulihkan aktivitas militer skala penuh di dekat perbatasan antar-Korea.

Menanggapi meningkatnya ketegangan, Korea Utara melaporkan pada Rabu (16/10) bahwa lebih dari 1,4 juta anak muda dan pelajar telah mengajukan diri untuk bergabung atau bergabung kembali ke militer.

Pengumuman tersebut menyusul tuduhan Pyongyang bahwa pesawat tanpa awak Korea Selatan memasuki wilayah udara Korea Utara di dekat ibu kota, sebuah klaim yang belum dikonfirmasi oleh Korea Selatan.

Semakin menambah ketegangan, Korea Utara juga mengumumkan pada Kamis bahwa mereka telah memutus hubungan darat dengan Korea Selatan, menutup jalur jalan raya dan rel kereta api di bagian timur dan barat perbatasan.

Baca juga: Korut nyatakan Korsel sebagai negara 'musuh' dalam konstitusi
Baca juga: Korut akan tutup jalan dan rel kereta yang terhubung ke Korsel
Baca juga: Kim akan merespons dengan nuklir jika kedaulatan negaranya dilanggar