Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menunda sidang tuntutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023.

Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Maryono mengatakan penundaan dilakukan karena jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung belum siap membacakan surat tuntutan dan meminta penundaan waktu selama satu minggu.

"Kami menunda perkara ini yang akan dibuka persidangan lagi pada 24 Oktober 2024. Silakan pak jaksa hadirkan terdakwa di persidangan kembali," ucap hakim ketua pada sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis.

Sidang pembacaan tuntutan tersebut pada awalnya direncanakan untuk terdakwa tiga orang mantan pejabat Kementerian Perhubungan, yakni mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan, mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Halim Hartono, serta mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana.

Baca juga: Jaksa: dugaan korupsi jalur kereta Besitang-LangsaRp1,15 triliun

Hakim ketua mengingatkan agar JPU Kejagung tidak lagi menunda pembacaan surat tuntutan karena masa penahanan 30 hari pertama Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap para terdakwa akan berakhir pada 4 November 2024 sehingga waktu yang ada harus dimaksimalkan karena proses persidangan masih panjang.

"Masih akan ada sidang pembelaan, replik, dan duplik kalau ada sebelum sidang putusan. Jadi, sekarang terdakwa tetap berada dalam tahanan," ucap Hakim Ketua.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023, ketiga terdakwa diduga merugikan keuangan negara senilai Rp1,15 triliun.

Tiga orang mantan pejabat Kemenhub itu didakwa melakukan korupsi bersama dengan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016–2017 Nur Setiawan Sidik, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017–2018 Amanna Gappa, serta Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan.

Kemudian, bersama pula dengan Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2015–2016 Hendy Siswanto, serta Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub periode 2016–2017 Prasteyo Boeditjahjono. Para terdakwa tersebut ditangani dalam berkas terpisah.

Baca juga: Eks Kepala Balai KA klaim hanya ikut perintah atasan di kasus korupsi

Korupsi dilakukan para terdakwa dengan memecah paket pekerjaan menjadi 11 paket pekerjaan konstruksi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa dengan nilai di bawah Rp100 miliar dan empat paket supervisi untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks sehingga dalam pelaksanaan pelelangan menggunakan metode penilaian usai kualifikasi.

Besaran nilai proyek tersebut sekitar Rp1,36 triliun dalam kontrak tahun jamak selama tiga tahun, dari 2017 hingga 2019.

Perbuatan tersebut didakwa dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan.

Dalam memperkaya diri atau orang lain, JPU mengungkapkan para terdakwa telah memperkaya Afif sebesar Rp10,59 miliar, Nur Setiawan Rp3,5 miliar, Amanna Rp3,29 miliar, Rieki Rp1,04 miliar, Halim Rp28,13 miliar, serta Arista dan/atau PT Dardela Yasa Guna Rp12,34 miliar

Selain itu, korupsi turut dilakukan dengan memperkaya Freddy dan/atau PT Tiga Putra Mandiri Jaya sebesar Rp64,3 miliar, Prasetyo Rp1,4 miliar, serta beberapa pihak lainnya senilai total Rp1,03 triliun.

Dengan demikian, tiga orang terdakwa itu disangkakan melanggar pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca juga: Hakim tolak eksepsi eks Kepala Balai KA kasus korupsi Besitang-Langsa
Baca juga: Kejagung usut dugaan korupsi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa