Denpasar (ANTARA) - Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Bali menyebutkan sebanyak 300 ribu data pribadi dibeli oleh pelaku kejahatan siber di Denpasar dari dark web.

"Untuk data dijual dengan harga per Rp25 juta didapat oleh pelaku DBS sebanyak 300 ribu NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan KK (Kartu Keluarga)," kata Direktur Reserse Siber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra di Denpasar, Bali, Rabu.

Ranefli menjelaskan sebelum merekrut belasan orang karyawannya, pelaku DBS yang merupakan otak kejahatan pencurian data pribadi berupa registrasi kartu SIM secara ilegal dan penjualan kode One Time Password (OTP) awal tahun 2022, bersama dua temannya mulai buka usaha konter sambil menjual kartu registrasi ilegal.

Awalnya, mereka memakai handphone dengan NIK yang diperoleh dari dark web secara manual. Setelah lima bulan berjalan, tersangka DBS kemudian membeli dua buah laptop dan modem pool. Dalam satu modem pool, ada 16 kartu SIM yang langsung teregistrasi.


Baca juga: KSAU resmikan Skuadron Pendidikan Siber pada Kamis
Pada Agustus 2024, tersangka DBS membeli tambahan 12 unit modem pul sehingga totalnya menjadi 168 unit. Seiring dengan besarnya pendapatan dan tingginya permintaan dari pelanggan, DBS merekrut anggota baru yang rata-rata berusia remaja.

Selain 12 orang tersangka yang sudah ditahan oleh Polda Bali, penyidik masih memburu beberapa orang lainnya yang menjadi DPO terlibat kasus tersebut.

"Masih ada yang jadi DPO karena saat menggeledah kantor di Gatot Subroto kantor sudah kosong. Kami masih cari, sepertinya saat kami ke TKP ada yang memberi tahu ke sana sehingga saat kami tiba sudah kosong," kata Ranefli.

Mantan Kapolres Tabanan itu mengatakan belasan anggota komplotan pencuri data tersebut ditargetkan 3.000 kartu dalam waktu 24 jam dengan sistem kerja secara bergantian.

Menurut keterangan Ranefli, untuk menarik pelanggan, DBS bersama anggotanya membuat empat website sebagai media promosi dan transaksi. Masyarakat yang ingin memiliki kartu ilegal tinggal mendownload aplikasi, memilih layanan yang ingin didaftarkan lalu melakukan transaksi.

"Nanti akan ditanya aplikasi apa. Di websitenya sudah terarah tergantung pemesannya mau apa," katanya.


Baca juga: Membangun strategi siber komprehensif, prioritas pemerintah baru
Ranefli menyebutkan korban kebanyakan masyarakat yang ingin membuat akun aplikasi tertentu. Kepolisian juga menduga hasil kejahatan ini bisa melakukan kejahatan lainnya.

Otak kejahatan DBS merupakan lulusan SMK di salah satu sekolah kejuruan di Kota Denpasar.

Menurut keterangan Ranefli, belum ada dugaan yang mengarah pada kegunaan data khusus untuk buzer.

"Yang jelas pengakuannya untuk masyarakat yang membutuhkan kartu ilegal untuk membuat akun atau aplikasi apapun. Tetapi, patut kita duga peredaran cukup marak," katanya.

Dalam hal ini, pelanggan biasanya melakukan transaksi untuk tujuan pembuatan akun baru agar dapat promo dan daftar situs judi online.