BKKBN catat sebanyak 1,8 juta baduta dapat pendampingan dari TPK
16 Oktober 2024 20:08 WIB
Plt. Deputi Bidang Latihan dan Pengembangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Irma Ardiana ketika ditemui usai acara Konferensi Pers Ambassador Goes to Kampung KB di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (15/6/2024) ANTARA/Mecca Yumna.
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 1,8 bayi di bawah dua tahun (baduta) di Indonesia mendapat pendampingan dari tim pendamping keluarga (TPK) pada periode Januari hingga 8 September 2024.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, Irma Ardiana mengatakan jumlah tersebut yang didasarkan dari data aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) sebetulnya telah melampaui target, yakni dengan capaian sebesar 113,02 persen.
“Tetapi ini baru angka. Kita juga sangat memahami bahwa pendampingan kepada baduta itu setidaknya harus dilakukan oleh TPK setiap bulan melalui kegiatan-kegiatan yang bisa saja dilakukan di posyandu maupun di bina keluarga balita (BKB) atau melalui kunjungan rumah,” kata Irma dalam acara “Kelas TPK Hebat Seri IV” secara daring di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Hasil penelitian SEAMEO RECFON terkait kondisi baduta di Indonesia
Jika ditilik berdasarkan daerahnya, Irma mencatat capaian pendampingan baduta yang melampaui target atau di atas 100 persen diraih oleh banyak provinsi, seperti Bali, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Lampung, dan seterusnya.
“Terima kasih kepada tim pendamping keluarga dan juga TPPS-nya. Kami yakin ini kerja keras yang sangat kompak bersama dengan TPPS dan TPK,” ujar dia.
Namun, BKKBN juga menggarisbawahi beberapa provinsi dengan capaian pendampingan baduta yang kurang dari 80 persen, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Maluku, Kepulauan Bangka, dan Papua Barat.
“Kami juga ingin sekali terus mendorong kepada provinsi-provinsi yang capaiannya masih di bawah 80 persen,” kata Irma.
Jika dilihat berdasarkan profilnya, Irma menjelaskan bahwa baduta dengan kategori usia 6-23 bulan menjadi kelompok yang paling banyak mendapatkan pendampingan dari TPK, yakni mencapai 1,36 baduta. Sedangkan baduta yang berusia 0-28 hari menjadi kelompok yang mendapatkan pendampingan TPK paling sedikit, yakni mencapai 44.219 baduta.
Dari hasil pendampingan baduta pada aplikasi Elsimil BKKBN, didapatkan data sebanyak 54,03 persen baduta usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa 56,45 persen ibu hamil berada dalam kondisi “4 terlalu” yang berarti terlalu muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak kelahiran.
Di sisi lain, hasil pendampingan baduta tersebut juga menunjukkan hal positif, seperti 90,72 persen keluarga baduta sudah menggunakan kontrasepsi, 99,43 persen keluarga baduta yang didampingi memiliki akses air minum yang layak, dan 98,10 persen keluarga baduta yang didampingi telah memiliki akses BAB yang layak.
Baca juga: Pakar gizi tak anjurkan orang tua terapkan diet vegan pada baduta
Baca juga: Makanan berbasis pangan lokal berpotensi cegah masalah gizi baduta
Dari total 1,8 juta baduta yang didampingi, sebanyak 96,08 persen diantaranya hadir dalam kegiatan di Posyandu atau BKB dan 96,41 persen keluarga baduta diantaranya mendapatkan penyuluhan. Kemudian, BKKBN juga mencatat sebanyak 44,63 persen baduta difasilitasi oleh TPK untuk mendapatkan pelayanan rujukan kesehatan.
Kepada para TPK, Irma mengingatkan pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan baduta dan balita yang dilakukan setiap bulan. Semua balita yang sakit dan mengalami perlambatan pertumbuhan dan perkembangan juga harus diberikan intervensi.
“Ingatkan kembali (kepada keluarga baduta/balita) tentang pentingnya inisiasi menyusu dini, segera lahir anaknya dan pemberian ASI eksklusif. Jadi masih perlu ada perjuangan untuk terus mempromosikan ASI eksklusif. Kemudian, edukasi protein hewani untuk cegah stunting di dalam isi piringku, kemudian penting juga oleh TPK untuk fasilitasi layanan rujukan kesehatan dan fasilitasi bantuan sosial,” kata Irma.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, Irma Ardiana mengatakan jumlah tersebut yang didasarkan dari data aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) sebetulnya telah melampaui target, yakni dengan capaian sebesar 113,02 persen.
“Tetapi ini baru angka. Kita juga sangat memahami bahwa pendampingan kepada baduta itu setidaknya harus dilakukan oleh TPK setiap bulan melalui kegiatan-kegiatan yang bisa saja dilakukan di posyandu maupun di bina keluarga balita (BKB) atau melalui kunjungan rumah,” kata Irma dalam acara “Kelas TPK Hebat Seri IV” secara daring di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Hasil penelitian SEAMEO RECFON terkait kondisi baduta di Indonesia
Jika ditilik berdasarkan daerahnya, Irma mencatat capaian pendampingan baduta yang melampaui target atau di atas 100 persen diraih oleh banyak provinsi, seperti Bali, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Lampung, dan seterusnya.
“Terima kasih kepada tim pendamping keluarga dan juga TPPS-nya. Kami yakin ini kerja keras yang sangat kompak bersama dengan TPPS dan TPK,” ujar dia.
Namun, BKKBN juga menggarisbawahi beberapa provinsi dengan capaian pendampingan baduta yang kurang dari 80 persen, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Maluku, Kepulauan Bangka, dan Papua Barat.
“Kami juga ingin sekali terus mendorong kepada provinsi-provinsi yang capaiannya masih di bawah 80 persen,” kata Irma.
Jika dilihat berdasarkan profilnya, Irma menjelaskan bahwa baduta dengan kategori usia 6-23 bulan menjadi kelompok yang paling banyak mendapatkan pendampingan dari TPK, yakni mencapai 1,36 baduta. Sedangkan baduta yang berusia 0-28 hari menjadi kelompok yang mendapatkan pendampingan TPK paling sedikit, yakni mencapai 44.219 baduta.
Dari hasil pendampingan baduta pada aplikasi Elsimil BKKBN, didapatkan data sebanyak 54,03 persen baduta usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa 56,45 persen ibu hamil berada dalam kondisi “4 terlalu” yang berarti terlalu muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak kelahiran.
Di sisi lain, hasil pendampingan baduta tersebut juga menunjukkan hal positif, seperti 90,72 persen keluarga baduta sudah menggunakan kontrasepsi, 99,43 persen keluarga baduta yang didampingi memiliki akses air minum yang layak, dan 98,10 persen keluarga baduta yang didampingi telah memiliki akses BAB yang layak.
Baca juga: Pakar gizi tak anjurkan orang tua terapkan diet vegan pada baduta
Baca juga: Makanan berbasis pangan lokal berpotensi cegah masalah gizi baduta
Dari total 1,8 juta baduta yang didampingi, sebanyak 96,08 persen diantaranya hadir dalam kegiatan di Posyandu atau BKB dan 96,41 persen keluarga baduta diantaranya mendapatkan penyuluhan. Kemudian, BKKBN juga mencatat sebanyak 44,63 persen baduta difasilitasi oleh TPK untuk mendapatkan pelayanan rujukan kesehatan.
Kepada para TPK, Irma mengingatkan pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan baduta dan balita yang dilakukan setiap bulan. Semua balita yang sakit dan mengalami perlambatan pertumbuhan dan perkembangan juga harus diberikan intervensi.
“Ingatkan kembali (kepada keluarga baduta/balita) tentang pentingnya inisiasi menyusu dini, segera lahir anaknya dan pemberian ASI eksklusif. Jadi masih perlu ada perjuangan untuk terus mempromosikan ASI eksklusif. Kemudian, edukasi protein hewani untuk cegah stunting di dalam isi piringku, kemudian penting juga oleh TPK untuk fasilitasi layanan rujukan kesehatan dan fasilitasi bantuan sosial,” kata Irma.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: