Jakarta (ANTARA) - Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Iskandar mengatakan bahwa keterangan dari korban kekerasan seksual seharusnya tidak perlu diulang ketika dimintai kesaksian saat berhadapan dengan hukum karena ini menjadi beban bagi mereka.

"Perlu disiasati dengan adanya perekaman atau video," kata Livia di Jakarta, Rabu, saat diskusi Membangun Kesadaran Advokasi: Melawan Budaya Damai dan Menutup Aib.

Menurut Wakil Ketua LPSK periode 2019—2024 itu, para korban kekerasan seksual ketika berhadapan dengan hukum mempunyai kesulitan tersendiri, mengingat tahapannya cukup lama.

Mereka, kata Livia, harus terus menceritakan kejadian yang menyebabkan trauma seperti ketika akan melaporkan, saat menyampaikan berita acara pemeriksaan (BAP). Tidak hanya itu, saat meminta perlindungan kepada LPSK juga harus bercerita.

Semua itu, lanjut dia, seharusnya bisa disiasati dengan rekaman video agar korban kekerasan seksual tidak terus mengulangi rasa trauma mereka.

"Perlu ada terobosan supaya tidak harus berkali-kali menyampaikan rasa traumatisnya sebab korban akan diminta keterangan dari pelaporan hingga persidangan," tuturnya.

Selama berada di LPSK, dia menemukan data bahwa orang yang menjadi pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat korban seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, kakak, adik, bahkan guru dan dosennya.

Untuk itu, kata Livia, para korban harus didampingi oleh psikolog dalam setiap langkahnya karena bagaimanapun ini merupakan beban berat korban kekerasan seksual.

"Pelaku orang yang terdekat setelah dicek 85 persen merupakan orang yang dikenal. Untuk melaporkan, sebenarnya perlu penguatan psikologis," kata Livia yang juga Plt. Direktur Eksekutif Yayasan Pulih saat acara daring.

Baca juga: Pemerintah komitmen dampingi anak korban kekerasan hingga pulih
Baca juga: Orang tua diminta lebih waspada lindungi anak dari kekerasan