BI tetap proyeksikan FFR turun dua kali sampai akhir 2024
16 Oktober 2024 18:41 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2024 di Jakarta, Rabu (16/10/2024). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) masih tetap memproyeksikan pemangkasan suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) Fed Funds Rate (FFR) sebanyak dua kali sampai akhir 2024.
“Kalau berkaitan dengan Fed Funds Rate (FFR), kami masih memperkirakan kemungkinan November sekali, Desember sekali, masing-masing 25 basis poin. Jadi totalnya tahun ini adalah 100 basis poin,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2024 di Jakarta, Rabu.
Pada 2025, Bank Indonesia memperkirakan FFR akan dipangkas sebanyak tiga atau empat kali dengan total besaran pemotongan sebesar 75-100 basis poin.
“Kalau kita bicara global, Bank Indonesia tidak hanya fokus pada Fed Funds Rate, karena Fed Funds Rate hanya salah satu faktor yang berpengaruh terhadap maksudnya aliran portofolio asing,” ujarnya.
Perry menuturkan tiga hal yang berpengaruh terhadap aliran masuk portofolio asing ke berbagai dunia dan nilai tukar, yakni arah Fed Funds Rate, imbal hasil US Treasury Note, dan indeks dolar AS (DXY).
Oleh karenanya, selain arah Fed Funds Rate, BI juga melihat perkembangan imbal hasil US Treasury Note 2 tahun dan 10 tahun dan indeks dolar AS.
US Treasury Note tidak hanya dipengaruhi oleh Fed Funds Rate, tapi juga kebijakan fiskal pemerintah Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Tensi geopolitik di Timur Tengah justru menyebabkan kenaikan imbal hasil US Treasury Note.
“Yang signifikan adalah pengaruh ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan US Treasury Note yang 2 tahun 10 tahun yang semula turun, bahkan yang 2 tahun lebih cepat nggak jadi turun, malah balik naik. DXY yang bulan lalu itu melemah menjadi 101, bahkan ke-100, balik lagi malah menguat, 103, 103,6 bahkan,” ujarnya.
Dalam merespons kondisi tersebut, BI memastikan arah stance kebijakan moneter seimbang antara pro-stability dengan pro-growth.
“Mulai bulan lalu stance kebijakan moneter kita tidak hanya stabilitas tapi mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga bulan lalu kita mulai menurunkan BI-Rate 25 basis poin dan bahkan kita menyampaikan bahwa BI akan mencermati ruang penurunan suku bunga, dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Lebih lanjut Perry mengatakan fokus kebijakan moneter pada jangka pendek adalah stabilitas nilai tukar rupiah karena ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
“Arahnya memang kami masih melihat ada ruang penurunan suku bunga ke depan, cuma masalah timing dan magnitudenya ya, tentu saja kita akan mengukur istilahnya data dependen, tapi arahnya ke sana. Untuk bulan ini karena ketidakpastian pasar keuangan global, jadi kami fokus dulu pada stabilitas nilai tukar rupiah. Nah itu ya, dari sisi moneternya,” tuturnya.
BI meyakini tren nilai tukar rupiah akan stabil dalam jangka pendek dan cenderung menguat ke depan, karena imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, serta defisit transaksi berjalan yang rendah dan masih mendukung stabilitas eksternal.
Baca juga: BI tetap proyeksikan penurunan BI-Rate pada triwulan IV-2024
Baca juga: BI proyeksikan suku bunga The Fed turun pada November 2024
Baca juga: Indef nilai BI perlu segera pangkas suku bunga acuan
“Kalau berkaitan dengan Fed Funds Rate (FFR), kami masih memperkirakan kemungkinan November sekali, Desember sekali, masing-masing 25 basis poin. Jadi totalnya tahun ini adalah 100 basis poin,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2024 di Jakarta, Rabu.
Pada 2025, Bank Indonesia memperkirakan FFR akan dipangkas sebanyak tiga atau empat kali dengan total besaran pemotongan sebesar 75-100 basis poin.
“Kalau kita bicara global, Bank Indonesia tidak hanya fokus pada Fed Funds Rate, karena Fed Funds Rate hanya salah satu faktor yang berpengaruh terhadap maksudnya aliran portofolio asing,” ujarnya.
Perry menuturkan tiga hal yang berpengaruh terhadap aliran masuk portofolio asing ke berbagai dunia dan nilai tukar, yakni arah Fed Funds Rate, imbal hasil US Treasury Note, dan indeks dolar AS (DXY).
Oleh karenanya, selain arah Fed Funds Rate, BI juga melihat perkembangan imbal hasil US Treasury Note 2 tahun dan 10 tahun dan indeks dolar AS.
US Treasury Note tidak hanya dipengaruhi oleh Fed Funds Rate, tapi juga kebijakan fiskal pemerintah Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Tensi geopolitik di Timur Tengah justru menyebabkan kenaikan imbal hasil US Treasury Note.
“Yang signifikan adalah pengaruh ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan US Treasury Note yang 2 tahun 10 tahun yang semula turun, bahkan yang 2 tahun lebih cepat nggak jadi turun, malah balik naik. DXY yang bulan lalu itu melemah menjadi 101, bahkan ke-100, balik lagi malah menguat, 103, 103,6 bahkan,” ujarnya.
Dalam merespons kondisi tersebut, BI memastikan arah stance kebijakan moneter seimbang antara pro-stability dengan pro-growth.
“Mulai bulan lalu stance kebijakan moneter kita tidak hanya stabilitas tapi mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga bulan lalu kita mulai menurunkan BI-Rate 25 basis poin dan bahkan kita menyampaikan bahwa BI akan mencermati ruang penurunan suku bunga, dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Lebih lanjut Perry mengatakan fokus kebijakan moneter pada jangka pendek adalah stabilitas nilai tukar rupiah karena ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
“Arahnya memang kami masih melihat ada ruang penurunan suku bunga ke depan, cuma masalah timing dan magnitudenya ya, tentu saja kita akan mengukur istilahnya data dependen, tapi arahnya ke sana. Untuk bulan ini karena ketidakpastian pasar keuangan global, jadi kami fokus dulu pada stabilitas nilai tukar rupiah. Nah itu ya, dari sisi moneternya,” tuturnya.
BI meyakini tren nilai tukar rupiah akan stabil dalam jangka pendek dan cenderung menguat ke depan, karena imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, serta defisit transaksi berjalan yang rendah dan masih mendukung stabilitas eksternal.
Baca juga: BI tetap proyeksikan penurunan BI-Rate pada triwulan IV-2024
Baca juga: BI proyeksikan suku bunga The Fed turun pada November 2024
Baca juga: Indef nilai BI perlu segera pangkas suku bunga acuan
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: