Jakarta (ANTARA) - Nilai-nilai kebangsaan adalah frasa yang kerap terdengar di telinga masyarakat Indonesia sejak era Presiden pertama RI Soekarno hingga di pengujung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Nilai-nilai kebangsaan itu terdiri dari empat pilar utama yang menjadi dasar hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Keempatnya, yakni Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dahulu, frasa itu banyak berdengung dari para pejabat pemerintah, mulai dari level paling bawah sekelas rukun tetangga (RT) sampai Ketua DPR, Ketua MPR, hingga Presiden RI.

Bangsa ini tengah bersiap menuju Indonesia Emas 2045. Segudang amunisi telah disiapkan, salah satunya yaitu bonus demografi manusia usia produktif.

Menyangkut sumber daya manusia, terdapat banyak dimensi yang harus disiapkan, tiga di antaranya adalah pendidikan, kesehatan, dan tak kalah penting karakter manusia Indonesia.

Lantas, bagaimana mengisi kepala dan hati yang menjadi karakter manusia Indonesia yang dimaksud. Jawabannya sudah pasti dengan merawat dan menularkan nilai-nilai kebangsaan yang menjadi karakteristik SDM manusia Indonesia.

Lalu, siapa dan di manakah tempat yang konsisten dan berkelanjutan menyebarkan nilai-nilai kebangsaan itu? Salah satu dan yang menonjol adalah Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia.

Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Lemhannas Letnan Jenderal TNI Eko Margiyono mengingatkan jika tidak menerapkan nilai-nilai kebangsaan, ketahanan dan keutuhan negara akan terancam ke depannya.






Sejarah Lemhannas RI

Gagasan berdirinya Lemhannas tercetus dari Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution. Seorang jenderal yang selamat dari penculikan pada Gerakan 30 September PKI atau yang kerap dikenal sebagai G30S/PKI, pada 1965.

Ide untuk mendirikan sebuah Lembaga Pertahanan Nasional (nama awal dari Lemhannas), tertuang dalam surat yang dibuat AH Nasution selaku Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan/Keamanan pada 1962. Surat itu mendapat respons positif dari Menteri Pertama Ir Djuanda Kartawidjaja pada masa tersebut.

Untuk menindaklanjuti niatan pembentukan lembaga, terbitlah Surat Keputusan Menteri Pertama Nomor 149/MP/1962 Tanggal 6 Desember yang berisi agar segera membentuk Panitia Interdepartemental yang bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah Lembaga Pertahanan Nasional.

Mengutip laman lemhannas.go.id, Panitia Interdepartemental dilantik pada 13 Desember 1962, sekaligus menandakan wadah awal pembentukan Lemhannas.

Panitia tersebut kemudian mulai bekerja untuk merumuskan segala pendapat tentang lembaga itu, di antaranya penggunaan istilah 'pertahanan', bentuk kegiatan lembaga, dan falsafah yang melandasi kegiatan Lemhannas.

Pada 7 Maret 1963, rumusan hasil kegiatan panitia itu disampaikan secara lengkap kepada Menteri Pertama Djuanda. Rumusannya berisi kehadiran Lemhannas merupakan salah satu urgensi nasional dalam rangka menyelamatkan/melestarikan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, serta tujuan negara dan terjaminnya kelangsungan hidup bangsa Indonesia di tengah peradaban dunia.

Demi menjadikan nyata dan tidak lagi berbentuk konsep, Menko Hankam/Kasab membentuk Staf Pelaksanaan berikut petunjuk pelaksanaan pendirian Lemhannas.

Staf Pelaksana Lemhannas yang tertuang dalam Surat Keputusan Menko Hankam/Kasab pada 11 Juli 1964, diketuai oleh Mayjen TNI Wiluyo Puspoyudo, yang dilantik pada 20 Juli 1964 oleh AH Nasution yang telah menjadi Menko Hankam/Kasab.

Pada hari yang sama, dikeluarkan pula Petunjuk Pelaksanaan tentang Pendirian Lemhannas, yang direncanakan bahwa peresmian sekaligus pembukaan Lemhannas akan dikaitkan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 1964. Namun, rencana itu sempat tertunda dan akhirnya harus mundur.

Setelah melalui proses 2,5 tahun lebih, hari kelahiran Lemhannas ditetapkan pada 20 Mei 1965 atau bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.

Seiring berjalannya waktu, Lemhannas menjelma menjadi lembaga strategis yang banyak memberikan masukan kepada pemerintah maupun ABRI pada masa itu. Kajian pendidikan, pengaderan pemimpin-pemimpin lembaga, dan swasta, menjadi aktivitas keseharian dari lembaga tersebut.

Berumur hampir 29 tahun, pada 2 Februari 1994 terjadi perubahan kedudukan (reposisi). Lemhannas diserahterimakan dari Mabes ABRI kepada Departemen Hankam (sekarang Kementerian Pertahanan). Perubahan ini menjadikan Gubernur Lemhannas bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pertahanan.

Tahun-tahun selanjutnya, Lemhannas silih berganti dipimpin oleh sosok berlatar belakang militer.

Namun, budaya itu terputus pada 2005 ketika Ermaya Suradinata, pada 15 Februari 2001 sampai 30 Agustus 2005, menjadi Gubernur Lemhannas pertama yang berasal dari sipil.

Jejak Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu diikuti oleh Muladi yang merupakan seorang akademikus cum politikus Partai Golkar pada 17 Februari 2011.

Kemudian, Budi Susilo Soepandji yang meraih gelar doktor bidang Geotechnical Engineering dari Ecole Centrale Paris, Prancis, menggantikan Muladi guna bertakhta memimpin Lemhannas hingga 2016.



Tiga periode berturut-turut dipimpin sipil, lembaga itu kembali dipimpin perwira militer. Akan tetapi, kondisi itu tidak berselang lama, pada 21 Februari 2022 sipil kembali menduduki posisi gubernur.

Kali ini, Andi Widjajanto yang menjadi pemimpin. Dia menjadi Gubernur Ke-17 Lemhannas, menggantikan Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

Akan tetapi, posisi itu juga tidak lama dikuasai sipil. Sebab, Andi memilih mengundurkan diri pada Oktober 2023 karena masuk menjadi anggota Tim Pemenangan Nasional untuk salah satu kontestan Pilpres 2024.

Andi membeberkan bahwa satu-satunya alasan di balik pengunduran dirinya adalah untuk menjaga netralitas Lemhannas dan memastikan lembaga itu tidak terlibat sedikit pun dalam politik praktis.


Anggota dewan jadi "kader" Lemhannas

Untuk menjaga dan menyebarluaskan nilai-nilai kebangsaan, maka Lemhannas butuh jangkauan luas untuk melakukannya.

Selain kementerian/lembaga, sumber daya paling memungkinkan untuk menjadi perpanjangan tangan Lemhannas hingga ke masyarakat secara luas adalah anggota dewan, baik DPR dan DPD, maupun MPR.

Dalam menjalankan tugasnya, kader tak terikat itu diyakini Lemhannas sebagai SDM yang akan sering bersentuhan langsung dengan masyarakat.

"Kami berharap para anggota dewan bisa menjadi agen perubahan (agent of change)," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Lemhannas Letnan Jenderal TNI Eko Margiyono dalam kata sambutan Penutupan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Calon Anggota DPR RI Terpilih Periode 2024-2029, di Gedung Lemhannas RI, Jakarta, akhir September lalu atau dua hari sebelum para wakil rakyat itu dilantik.

Menurut jenderal bintang tiga TNI Angkatan Darat (AD) itu, setiap anggota dewan harus menunjukkan sikap dan perilaku yang mencerminkan empat nilai kebangsaan.

Kalau tidak dilakukan secara masif, lanjut dia, maka akan mengancam keberlangsungan keanekaragaman bangsa dan negara ke depan.

Ditambah lagi, tugas pokok legislator adalah membuat undang-undang (UU). Sangat berbahaya, menurut dia, bila mereka tidak memiliki pijakan berdasarkan empat nilai tersebut.


Antusiasme anggota DPR

Guna para anggota DPR maupun DPD sangat antusias untuk membantu Lemhannas menyebarluaskan empat pilar nilai kebangsaan,

Seorang anggota DPR periode 2024--2029, Nafa Urbach, menyatakan bahwa setiap wakil rakyat harus mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai kebangsaan, agar warga tidak kehilangan arah dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wawasan itu bisa menjadi panduan bagi setiap warga negara untuk berperilaku sesuai empat pilar yang ada di dalamnya.

Secara kelembagaan, Sekretariat DPR bahkan mendorong agar setiap anggota dewan selalu berperilaku dan bekerja sesuai empat pilar nilai kebangsaan.

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan nilai-nilai itu merupakan modal utama serta mendasar bagi anggota DPR untuk bekerja atau beraktivitas demi kepentingan bangsa dan negara.


Kerja sama KPU-Lemhannas

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Betty Epsilon Idroos menilai para anggota DPR penting mendapatkan bekal pemahaman nilai-nilai kebangsaan, guna mengemban amanah masyarakat saat bertugas nanti.

Untuk itu, KPU sejak berdiri telah bekerja sama dengan Lemhannas guna membekali wakil rakyat sebelum melakukan pengambilan sumpah jabatan atau dilantik.

Kegiatan itu juga bertujuan untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana amanat para pendiri bangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Deputi Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Rido Hermawan menjelaskan pembekalan pemahaman nilai-nilai kebangsaan akan menjadi dasar berpikir bagi para wakil rakyat untuk membuat aturan.

Diharapkan mereka bisa menularkan dan menyebarluaskannya kepada masyarakat saat melakukan reses di daerah pemilihan masing-masing.

Melalui kegiatan itu, Lemhannas menunjukkan bahwa identitas dirinya sebagai penjaga nilai (guardian of value) kebangsaan masih tegak lurus guna mengisi otak masyarakat dalam memaknai kehidupan berbangsa dan bernegara ala Indonesia.

Editor: Achmad Zaenal M