Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset pengolahan tanaman sorgum manis menjadi sumber pemanis alternatif, selain gula tebu, jagung, dan kelapa, yang bisa diolah menjadi produk gula cair maupun gula semut.

Peneliti Pusat Riset Teknologi Tepat Guna BRIN Sandi Darniadi melalui diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu, memaparkan sorgum manis bisa menjadi alternatif gula tebu dan jagung, karena memiliki kandungan sukrosa rata-rata 89,4 miligram per mililiter (mg/ml), glukosa 17,98 mg/ml, dan fruktosa 9,97 mg/ml.

"Sorgum manis memiliki kandungan gula yang cukup tinggi yaitu 76-78 persen, yang setara dengan kandungan gula dalam tebu yang mencapai 68-80 persen," kata Sandi.

Di samping kandungan gula yang tinggi, Sandi mengungkapkan tanaman sorgum manis sangat layak dan mudah untuk dibudidayakan di Indonesia.

Baca juga: Hari Pangan Sedunia, BRIN dorong sorgum jadi alternatif makanan pokok

Ia memaparkan umur tanam sorgum manis memiliki umur tanam yang relatif singkat, yakni dengan 3-4 bulan, dengan kebutuhan air sekitar 4.000 meter kubik per hektare. Hal tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan tebu yang umur tanamnya mencapai 12 bulan, dan kebutuhan air yang lebih banyak hingga mencapai 36.000 meter kubik per hektare.

"Artinya, jika dibuat gula cair maupun gula semut sangat memungkinkan bagi tanaman sorgum manis ini, dan juga bisa menjadi salah satu sumber gula baru," ujarnya.

Sandi menekankan urgensi Indonesia untuk mencari sumber gula baru selain tebu, sebab data yang dipaparkan mengungkapkan saat ini tebu masih mendominasi 75 persen produksi gula dunia, yang diikuti dengan tanaman bit gula sebesar 20 persen, lalu kemudian diikuti jagung, kelapa, agave, maple, dan kurma dengan jumlah yang sangat minim.

"Di sini sorgum belum ada, sehingga ini masih perlu dikembangkan untuk menjadi sumber gula yang bisa ikut berkompetisi dengan tanaman yang lainnya," tambahnya.

Baca juga: Sorgum, harapan baru pemenuhan kebutuhan energi

Kemudian Sandi juga memaparkan data yang mencatat peningkatan yang stabil pada permintaan gula dunia yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2024. Menurutnya, hal tersebut mencerminkan permintaan yang riil, dengan proyeksi konsumsi mencapai 183 juta metrik ton pada tahun 2024.

Oleh karena itu pihaknya tengah melakukan berbagai riset terkait berbagai teknologi pertanian yang teruji secara komprehensif, baik pada masa panen maupun pascapanen, agar pemanfaatan sorgum bisa segera diimplementasikan di Indonesia.

Baca juga: BRIN dan pihak swasta kerja sama dalam riset pemanfaatan sorgum

Beberapa teknologi pertanian yang sudah diuji coba, ungkap Sandi, antara lain mesin roller press dengan kapasitas maksimum 250kg batang per jam dan vacuum evaporator dengan kapasitas maksimum 40 liter nira per proses untuk mengolah nira sorgum manis menjadi gula cair.

Kemudian ada pula mesin open pan cooker dengan kapasitas maksimum nira 40 liter per proses dan oven dehydrator untuk mengurangi dan menstabilkan kadar air, untuk mengolah nira sorgum menjadi gula semut.

Ke depannya pihaknya akan melakukan berbagai proyek riset yang telah dipetakan hingga 2027 mendatang, dimulai dari implementasi SOP pengolahan gula sorgum, hingga peningkatan kapasitas dan diversifikasi produk gula sorgum sebelum akhirnya bisa dipublikasi secara massal dan menjadi manfaat untuk bersama.

Baca juga: BBPPMD Jakarta sebut sorgum bisa menjadi solusi turunkan stunting