Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menetapkan logam mulia hingga rumah milik Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dirampas oleh negara karena diperoleh dari tindak pidana korupsi.

"Menimbang bahwa barang-barang bukti dari hasil tindak pidana maupun barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana ditetapkan dirampas untuk negara," ucap Hakim Ketua Fahzal Hendri dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Hakim Ketua memerinci, barang-barang yang dirampas negara dimaksud, yakni satu buah logam mulia Antam dengan berat masing-masing 100 gram, lima buah logam mulia Antam dengan berat masing-masing 100 gram dengan harga Rp508 juta.

Kemudian, tanah dan bangunan di Citra Grand Cibubur klaster Terrace Garden blok G 32,39 di Kota Bekasi dengan sertifikat hak milik (SHM) nomor 7453 seharga Rp7,71 miliar.

Selain itu, barang bukti yang dirampas lainnya, yakni tanah dan bangunan rumah di Jalan Swadaya II Nomor 45 RT 01/RW 08 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp5,38 miliar.

Hakim Ketua melanjutkan, terdapat pula tanah dan bangunan vila di Tanjungrasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor seharga Rp2,05 miliar yang akan dirampas negara.

Selanjutnya, satu unit rumah Sedayu City @Kelapa Gading klaster Eropa Abbey Road Nomor 39,Cakung, Jakarta Timur sebesar Rp2,95 miliar.

Gazalba divonis pidana 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 4 bulan setelah terbukti bersalah menerima gratifikasi dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dengan demikian, Gazalba terbukti melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Baca juga: Gazalba Saleh divonis 10 tahun penjara terbukti terima gratifikasi MA

Baca juga: Gazalba Saleh ajukan banding terhadap putusan 10 tahun penjara

Baca juga: Hakim: Alasan Gazalba jual permata untuk miliki valas tak masuk akal


Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU yang terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar Amerika Serikat (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar dalam kurun waktu 2020–2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017.

Uang gratifikasi diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dan Gazalba pada tahun 2022 setelah pengucapan putusan perkara.

Gazalba menerima uang sebesar Rp200 juta dan Riyadh menerima uang Rp450 juta sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya tercatat Rp650 juta.

Selanjutnya, uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU, antara lain, bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh, dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

TPPU dilakukan dengan membelanjakan uang hasil gratifikasi dan penerimaan lain untuk pembelian mobil mewah, tanah atau bangunan, membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah (KPR), serta menukarkan mata uang asing senilai 139.000 dolar Singapura dan 171.000 dolar AS menjadi mata uang rupiah Rp3,96 miliar.