Jakarta (ANTARA News) - Jenderal Purn.Wiranto pada Kamis menggelar jumpa pers terkait keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada tahun 1998 yang memberhentikan Letjen Prabowo Subianto dari jabatan Pangkostrad.

"Dalam kasus tersebut pemberhentian Pak Prabowo sebagai Pangkostrad disebabkan adanya keterlibatan kasus penculikan pada saat menjabat Danjen Kopassus. Perbuatan tersebut telah dianggap melanggar Saptamarga, Sumpah Prajurit, etika keprajuritan serta beberapa pasal KUHP. Dengan fakta itu tidak perlu diperdebatkan lagi status pemberhentiannya, masyarakat sudah dapat menilai," tutur Wiranto.

Dia membacakan naskah konferensi pers berjudul "Penjelasan Jenderal TNI (Purn) DR. H. Wiranto Atas Pertanyaan Para Wartawan Seputar Krisis Nasional di Tahun 1998, Yang Melibatkan Salah Satu Kandidat Presiden 2013".

Naskah itu berisi pengantar dan teks tanya-jawab.

Wiranto mengemukakan bahwa dalam menjawab pertanyaan tersebut dia bukan sebagai ketua umum partai politik namun sebagai mantan Menteri Hankam sekaligus Panglima ABRI.

Konferensi pers itu berlangsung di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Dalam konferensi pers itu Wiranto mengaku tidak ingin terjebak untuk membahas istilah-istilah pemberhentian hormat atau tidak dengan hormat.

"Namun, secara normatif seorang prajurit diberhentikan dari dinas keprajuritan pasti ada sebab dan alasannya."

Maka sebab itu, lanjut Wiranto, muncul pemahaman berhenti "dengan hormat" yakni apabila yang bersangkutan habis masa dinasnya, meninggal dunia, sakit parah sehingga tidak melaksanakan tugas, cacat akibar operasi tempur atau kecelakaan atau permintaan sendiri.

"Sedangkan diberhentikan tidak dengan hormat, karena perbuatannya yang melanggar Saptamarga dan Sumpah Prajurit atau melanggar hukum, sehingga tidak pantas lagi sebagai prajurit TNI yang mengedepankan serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan."

Dia mengatakan pertimbangannya sebagai Panglima ABRI kala itu membentuk DKP karena ada prosedur dalam tubuh TNI bahwa apabila ada Perwira Menengah atau Tinggi terlibat satu kasus cukup berat, maka Panglima tidak bisa serta merta mengambil keputusan yang potensial dipengaruhi kepentingan pribadi, maka dibentuk DKP.

"Pada kasus penculikan aktivis 1998 saya sebagai Panglima ABRI membentuk DKP untuk memastikan seberapa jauh keterlibatan Pangkostrad dalam kasus tersebut," ujar Wiranto.

Dia lalu mengatakan pada kenyataannya DKP melalui sidang yang jujur telah memastikan keterlibatan Pangkostrad (Prabowo) yang saat kasus penculikan berlangsung menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Selanjutnya DKP merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari dinas keprajuritan, sedangkan Tim Mawar sebagai pelaku operasional lapangan dilanjutkan pada proses Pengadilan Mahkamah Militer.

Wiranto juga angkat bicara terkait bocornya surat DKP di media sosial belum lama ini.

Menurut Wiranto dirinya tidak pernah menyimpan dokumen surat-menyurat yang jumlahnya bisa ribuan. Dan tidak ada staf khusus yang menyadur serta menyimpan surat-surat Panglima ABRI.

"Pertanyaan ini sudah tidak lagi relevan. Karena semua produk administratif Institusi ABRI diarsipkan di Sekretariat Umum Mabes ABRI. Lagipula dokumen DKP itu terkait kasus penculikan aktivis yang dalam hal ini adalah publik, maka seharusnya dokumen itu bukanlah rahasia absolut TNI, karena menyangkut publik," ujar dia.

"Dengan demikian kasus tersebut sudah terbuka, sudah menjadi milik publik. Kalau sekarang dianggap sebagai pembocoran rahasia negara, maka pendapat tersebut sungguh aneh, mengada-ada dan tidak sesuai kenyataan," kata Wiranto.