Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendapati nilai konsentrasi gas rumah kaca global, termasuk di Indonesia, telah mencapai 420 ppm atau naik 2 ppm per tahun, sehingga harus dilakukan langkah mitigasi yang cepat secara bersama-sama untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan.

Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan 420 ppm (parts per million) tersebut adalah angka yang tinggi, padahal beberapa tahun lalu dunia menyepakati harus menekan konsentrasi GRK di bawah 400 ppm.

"Rata-rata global 420 ppm itu cukup tinggi, termasuk Indonesia. Jadi dapat dilihat tren ini terus naik per tahun 2 ppm," kata Ardhasena saat ditemui usai acara Qlimate dan Air Quality Fair 2024 di Jakarta, Selasa.

Dia mengungkapkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca memiliki dampak signifikan terhadap iklim global dan kehidupan di bumi, seperti dari peningkatan suhu dan perubahan pola cuaca ekstrem. Kondisi ini sudah mulai dirasakan Indonesia berbentuk bencana banjir maupun kekeringan yang datang dengan sebaran tak menentu.

"Patut disadari semua itu akibat konsentrasi gas rumah kaca yang tinggi," imbuhnya.

​​​​​​Angka Gas Rumah Kaca (GRK) 420 ppm berarti jumlah partikel yang terukur dalam satu juta partikel udara terdapat 420 gas karbon. Kondisi itu sudah menjadi perhatian para peneliti. Pada masa pra-industri konsentrasi gas rumah kaca berada di angka 280 ppm.

BMKG menilai dengan kondisi tersebut, maka semua pihak mau tidak mau harus teguh pada pendirian dan bersikap secara nyata melakukan langkah mitigasi.

Hal tersebut dapat ditempuh dengan memanfaatkan energi bersih yakni mengganti penggunaan energi fosil dengan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan air, hingga melindungi dan merehabilitasi hutan sebagai penyerap karbon alami.

Selain itu menurut Ardha, juga dibutuhkan komitmen bertransisi ke transportasi yang berkelanjutan, seperti penggunaan transportasi umum, sepeda, dan kendaraan listrik sebagaimana yang telah secara masif didorong oleh pemerintah beberapa tahun ini.

Berdasarkan data Organisasi Iklim Dunia (WMO), suhu rata-rata global dari tahun 1850 - 2023 melonjak signifikan hingga mencapai 1,5 derajat Celcius atau hampir melampaui batas maksimum yang disepakati global. Peningkatan suhu tersebut salah satunya disokong oleh tingginya konsentrasi gas rumah kaca dari karbon yang dilepas kendaraan (CO2) pada lapisan atmosfer.

"Harus siap menyambut era baru yang tidak pasti, iklim yang terus berubah. Maka memperkuat sinergi pengamatan, pengendalian, dan memperkuat dampak kesehatan juga jadi poin penting," ujarnya.