Jakarta (ANTARA) - Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan bencana yang terjadi di Indonesia 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi atau yang berkaitan dengan iklim dan cuaca.

“99 persen bencana yang ada di Indonesia adalah bencana hidrometeorologis, yang merupakan bencana-bencana yang ada hubungannya dengan iklim, cuaca, seperti banjir, abrasi pantai, hingga kekeringan,” kata Agus Wibowo di Jakarta, Senin.

Bencana hidrometeorologi ini, lanjutnya, memberikan dampak buruk jika terus menerus dibiarkan, sehingga masyarakat perlu mengambil peran untuk mencegah bencana alam itu berlangsung.

Seperti halnya abrasi pantai, kata dia, yang banyak menghilangkan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia menjadi tenggelam, merupakan tantangan besar yang harus dihadapi saat ini.

Baca juga: Kepala BNPB: Segala jenis bencana alam di dunia ada di Indonesia

“Abrasi pantai termasuk pulau-pulau yang hilang tadi, itu adalah masalah-masalah ke depan yang harus kita hadapi dari sisi bencana hidrometeorologi,” ucap dia.

Selain itu, kata dia, dampak buruk yang disebabkan oleh perubahan iklim menyebabkan es yang ada di Puncak Jaya semakin berkurang atau cair. Tidak hanya itu saja di area pertanian ini juga memberikan kerugian yang begitu besar.

Hal tersebut terjadi di sekitar area Papua Tengah akibat suhu yang terlalu dingin, sehingga menyebabkan pertanian di wilayah tersebut menjadi beku dan berujung gagal panen.

“Di Papua Tengah itu ada kekeringan, karena suhunya terlalu dingin sehingga produk pertanian tidak bisa panen karena kedinginan, alias beku semua,” ujar dia.

Karena itu BNPB tengah berupaya untuk membangun sebuah gudang logistik di wilayah tersebut guna mengatasi masalah yang terjadi di Papua Tengah bersama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca juga: BNPB: Dalam sehari Indonesia dilanda hingga 10 kali bencana alam

“Kami membangun gudang untuk mendekatkan jika nanti terjadi masalah, kita sudah punya dan dekat. Jadi BNPB itu sekarang, BNPB tangani bencana termasuk bencana kelaparan juga, bencana COVID juga waktu itu ya, termasuk bencana rabies, termasuk musuh lahan pertanian, dan sebagainya,” kata Agus Wibowo.

Sementara itu, bencana alam geologi yang disebabkan oleh aktivitas tektonik dan vulkanik di permukaan dan bawah permukaan bumi ini terjadi hanya satu persen, meski begitu kerugian dan juga korban jiwa yang diakibatkan tidak bisa dianggap remeh.

“Bencana ini kalau terjadi itu sangat fatal, seperti kalau kita lihat kasus di Cianjur. Di Cianjur itu gempa berdurasi 6.4 detik, korban jiwa yang berjatuhan sebanyak 600 orang meninggal, 60.000 rumah hancur, ya seperti itu ya,” kata Agus Wibowo.

Tidak hanya banyak memakan korban jiwa dan kerusakan, kata dia, bencana alam juga membutuhkan waktu yang lama untuk merevitalisasi kembali wilayah tersebut dengan anggaran yang juga tidak sedikit jumlahnya.

Baca juga: BNPB paparkan enam pola perencanaan risiko bencana Indonesia