Orisinalitas film Indonesia menarik dunia internasional
18 Juni 2014 18:09 WIB
(kiri-kanan) Sutradara film "Toilet Blues" Dirmawan Hatta bersama Shirley Anggraini, Tim Matindas, Produser Edo WF Sitanggang dan Co-Produser Bogi Prakoso. Film "Toilet Blues" (2013) mulai diputar di bioskop dalam negeri pada 3 Juli 2014. (ANTARA News/Sella Panduarsa Gareta)
Jakarta (ANTARA News) - Orisinalitas cerita dan karakter film Indonesia telah menyedot daya internasional sehingga film-film tanah air kerap meraih penghargaan pada festival film di beberapa negara.
"Semakin baik kita menceritakan diri kita sendiri, dengan cara kita sendiri, maka itu akan semakin menarik untuk dunia internasional," kata Sutradara film "Toilet Blues" Dirmawan Hatta di Jakarta, Rabu.
Hatta mengakui, banyak film bagus yang beredar di Indonesia, namun tidak semuanya dapat diterima dunia internasional, karena cerita maupun karakternya kerap meniru film dari luar Indonesia.
"Celakanya, Indonesia kan sering ikut-ikutan. Kita mengikuti habis-habisan drama di Barat, ya buat mereka itu biasa. Nah, bagaimana menemukan film Indonesia yang otentik itu adalah pekerjaan rumahnya," kata Hatta.
Hatta mengatakan, meskipun dunia perfilman kerap dibenturkan dengan budaya, namun menurut Hatta, akan lebih baik jika budaya diasumsikan secara dinamis.
"Pertentangan budaya selalu terjadi di mana saja. Tapi, sebenernya budaya kan semacam dinamika dari berbagai macam tabrakan itu. Lalu bagaimana kemudian menyampaikan itu, menuangkannya kembali dalam konteks sejarah kita," kata Hatta.
Dengan kondisi perfilman saat ini, Hatta menilai sedang ada gelombang baru sineas muda yang direkognisi dengan festival internasional, di mana akan semakin banyak pembuat film pendek dan dokumenter yang diharapkan orisinil dan dapat diterima di dunia internasional.
"Artinya memang kalau prediksi saya ke depan akan semakin banyak, cuma memang harapan kami adalah bagaimana respon yang bagus di luar itu bisa ditularkan ke dalam," kata Hatta.
Dirmawan Hatta adalah sutradara film berjudul "Toilet Blues" yang mendapat sembilan penghargaan internasional, yaitu dari Festival Film Busan 2013, Festival Film Mumbai 2013, Festival Film Goteborg 2014, Festival Film Deauville Asia 2014, Festival Film Amsterdam 2014, Festival Film India 2013, Festival film Kamboja 2013, Festival Film Jogja NETPAC dan Festival JiFFest 2013.
"Semakin baik kita menceritakan diri kita sendiri, dengan cara kita sendiri, maka itu akan semakin menarik untuk dunia internasional," kata Sutradara film "Toilet Blues" Dirmawan Hatta di Jakarta, Rabu.
Hatta mengakui, banyak film bagus yang beredar di Indonesia, namun tidak semuanya dapat diterima dunia internasional, karena cerita maupun karakternya kerap meniru film dari luar Indonesia.
"Celakanya, Indonesia kan sering ikut-ikutan. Kita mengikuti habis-habisan drama di Barat, ya buat mereka itu biasa. Nah, bagaimana menemukan film Indonesia yang otentik itu adalah pekerjaan rumahnya," kata Hatta.
Hatta mengatakan, meskipun dunia perfilman kerap dibenturkan dengan budaya, namun menurut Hatta, akan lebih baik jika budaya diasumsikan secara dinamis.
"Pertentangan budaya selalu terjadi di mana saja. Tapi, sebenernya budaya kan semacam dinamika dari berbagai macam tabrakan itu. Lalu bagaimana kemudian menyampaikan itu, menuangkannya kembali dalam konteks sejarah kita," kata Hatta.
Dengan kondisi perfilman saat ini, Hatta menilai sedang ada gelombang baru sineas muda yang direkognisi dengan festival internasional, di mana akan semakin banyak pembuat film pendek dan dokumenter yang diharapkan orisinil dan dapat diterima di dunia internasional.
"Artinya memang kalau prediksi saya ke depan akan semakin banyak, cuma memang harapan kami adalah bagaimana respon yang bagus di luar itu bisa ditularkan ke dalam," kata Hatta.
Dirmawan Hatta adalah sutradara film berjudul "Toilet Blues" yang mendapat sembilan penghargaan internasional, yaitu dari Festival Film Busan 2013, Festival Film Mumbai 2013, Festival Film Goteborg 2014, Festival Film Deauville Asia 2014, Festival Film Amsterdam 2014, Festival Film India 2013, Festival film Kamboja 2013, Festival Film Jogja NETPAC dan Festival JiFFest 2013.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014
Tags: