Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan teknologi riset antariksa yang dimiliki oleh Indonesia dalam gelaran Asia-Oceania Space Weather Alliance (AOSWA) Meeting yang digelar di Thailand, beberapa waktu lalu.

Dalam gelaran tersebut, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Johan Muhamad memaparkan riset berjudul “Solar Activities Forecast System in Indonesia: Models and Tools”, yang membahas bagaimana pemantauan dan prakiraan kondisi cuaca antariksa yang dilakukan di Indonesia.

Baca juga: BRIN kembangkan instrumen pengamatan antariksa berbasis satelit
"Kami mencoba mengembangkan model dan tools yang tepat di Indonesia untuk monitoring aktivitas matahari," kata Johan melalui keterangan di Jakarta, Senin.

Johan memaparkan BRIN telah membangun suatu sistem platform web base yang menyajikan informasi dan prediksi cuaca antariksa (space weather) harian, yang dikenal dengan nama SWIFtS atau Space Weather Information and Forecast Services.

"Melalui sistem ini, dapat diketahui informasi data prediksi harian cuaca antariksa terkini dengan prediksi 24 jam ke depan, mulai dari aktivitas matahari hingga aktivitas ionosfer dan magnetosfer," jelasnya.

Menurut Johan, riset cuaca antariksa penting untuk dilakukan, karena cuaca antariksa memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia.

Adapun kegiatan yang diinisiasi oleh AOSWA ini, kata dia, mendorong kerja sama dan pertukaran informasi dengan lembaga-lembaga yang ada di dalamnya.

Baca juga: BRIN: Badai matahari bisa menyebabkan satelit mengalami gangguan

Baca juga: BRIN: Sektor antariksa potensial jadi pilar ekonomi baru Indonesia
"Saya berharap dari kegiatan AOSWA, Indonesia mengetahui perkembangan riset dan teknologi terkait cuaca antariksa di negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia dan Oseania, sehingga dapat belajar dan mempercepat peningkatan kapasitas riset antariksa di Indonesia melalui kerja sama," ujarnya.

Kegiatan ini perwakilan negara se-kawasan Asia-Oseania, seperti Jepang, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, China, Taiwan, Korea Selatan, Australia, Amerika Serikat, India, Nepal, dan Sri Lanka.

Dalam gelaran ini, pemaparan hasil riset ilmiah dan perkembangan kemajuan kegiatan terkait cuaca antariksa oleh delegasi dari masing-masing negara tersebut.