Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) memandang langkah pencegahan penting untuk dikedepankan dalam upaya penghapusan perundungan (bullying) di dunia pendidikan kedokteran.

Hal itu disampaikan Ketua Umum AIPKI Budi Santoso, merespon kasus perundungan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang terjadi di Universitas Diponegoro (Undip) serta Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

“Pencegahan. Artinya kita sebelum terjadi itu, ya, proses bagaimana kita ini bisa mempunyai kesejawatan yang baik. Bahwa ini proses belajar itu kan harus membahagiakan. Itu kan perlu,” kata Budi usai menghadiri Pertemuan Ilmiah dan Mukernas XIV PDUI di Jakarta, Sabtu.

Terkait dengan penghentian sementara program Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado yang dilakukan Kemenkes, Budi menyayangkan keputusan tersebut karena berdampak pada proses belajar para peserta PPDS serta pelayanan kepada masyarakat.

“Pembekuan itu tentu akan merugikan masyarakat. Karena apa? Layanan seperti yang di RS Kandou di Manado itu kan ada 118 PPDS. Biasanya di kasus-kasus ilmu penyakit dalam ditangani 118 PPDS dengan supervisor-nya, dengan konsulennya. Tapi sekarang mungkin dengan konsulen saja atau mungkin dengan sebagian dokter umur, kan kurang (jumlah dokter yang melayani masyarakat),” kata Budi.

Ia menegaskan, AIPKI tetap mendukung upaya penghapusan perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran. Namun, kata Budi, sebaiknya pemerintah melakukan upaya tersebut dengan pendekatan yang lebih bijak tanpa harus mengurangi hak-hak masyarakat untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.

Baca juga: AIPKI sebut kualitas dokter jadi tantangan seiring bertambahnya FK

Budi mengakui bahwa upaya penghapusan perundungan tidaklah mudah. Namun, ia berharap bahwa penanganan kasus perundungan dapat melibatkan dialog dengan semua pihak sebelum menjatuhkan sanksi yang lebih berat.

“Kalau betul terbukti melakukan bullying, saya sepakat. Sampai dikeluarkan pun (mengeluarkan pelaku perundungan), saya sepakat. Kalau sampai terbukti itu betul. Tapi ini kan harus melakukan dialog, pemeriksaan yang adil,” kata Budi.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi bahwa pihaknya menghentikan sementara Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi di RSUP Kandou Manado karena disebut adanya aktivitas perundungan serta pungutan liar.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya pada Selasa (8/10) mengatakan bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari konsistensi mereka dalam menghilangkan perundungan di rumah sakit pendidikan.

"Keputusan ini tentunya dengan dasar yang kuat, seperti banyak laporan yang masuk, ditemukan bukti kuat setelah investigasi Itjen (Inspektorat Jenderal), dan sudah ada peringatan sebelumnya, maka kita ambil tindakan yang tegas," katanya.

Dalam surat keputusan tertanggal 5 Oktober 2024 itu disebutkan bahwa berdasarkan hasil klarifikasi atas pengaduan pada program studi tersebut, masih terjadi perundungan dalam Prodi Ilmu Penyakit Dalam.

Adapun surat tersebut menyebutkan bahwa terdapat pungutan liar oleh peserta prodi senior terhadap junior serta calon peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Selain itu, perundungan verbal dan nonverbal masih terjadi meski Kemenkes telah memberi peringatan. Kemudian, pemahaman para senior, DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan), dan supervisor bahwa perundungan di pendidikan kesehatan adalah hal yang biasa.

Kementerian Kesehatan meminta Direktur Utama RSUP Kandou Manado untuk membekukan sementara perjanjian kerja sama antara RS tersebut dan Fakultas Kedokteran Unsrat terkait program tersebut dan melakukan langkah perbaikan serta mencegah jatuhnya korban.

Baca juga: AIPKI sayangkan pembekuan Prodi Penyakit Dalam Unsrat di RSUP Kandou