Jakarta (ANTARA News) - 1 Juli nanti --cuma delapan hari menjelang Pemilu Presiden 2014-- sudah dipastikan tarif listrik dinaikkan pemerintah; namun hanya dikenakan pada "kalangan mampu" saja.


Kalangan "mampu" itu sendiri, menurut versi penilaian pemerintah, dibagi lagi menjadi enam golongan pelanggan.




"Kami melihat mereka (enam golongan pelanggan) sudah mampu," kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, di Jakarta, Senin.

Ia mencontohkan, pelanggan rumah tangga R1 berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA merupakan masyarakat yang secara ekonomi sudah mampu.

Selain juga, lanjutnya, kenaikan tarif itu diperlukan untuk menekan subsidi listrik yang membengkak akibat kenaikan kurs.

Jarman juga mengatakan, sesuai UU Ketenagalistrikan, subsidi listrik hanya diberikan pada golongan masyarakat tidak mampu.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah tetap mempertahankan pelanggan berdaya 450 dan 900 VA untuk tidak terkena kenaikan tarif listrik dan masih berhak mendapatkan subsidi sesuai UU.

Dalam pembahasan RAPBN Perubahan 2014, pemerintah dan DPR sudah menyepakati kenaikan tarif listrik untuk enam golongan pelanggan mulai 1 Juli 2014.

Kenaikan tarif akan diberlakukan dengan besaran 5,36 hingga 11,57 persen setiap dua bulan sekali tergantung jenis pelanggan.

Yang cukup penting diingat masyarakat, setelah 1 Juli masih ada dua kali lagi kenaikan listrik bagi keenam golongan pelanggan itu, yaitu 1 September dan 1 November.

Selain golongan rumah tangga R1 (1.300 VA) dengan kenaikan 11,36 persen setiap dua bulan, maka rumah tangga R1 (2.200 VA) naik 10,43 persen setiap dua bulan, dan rumah tangga R2 (3.500-5.500 VA) naik 5,7 persen setiap dua bulan.

Lalu, golongan pelanggan industri I3 nonterbuka dengan kenaikan 11,57 persen setiap dua bulan, penerangan jalan umum P3 10,69 persen setiap dua bulan, dan pemerintah P2 (di atas 200 kVA) naik 5,36 persen setiap dua bulan.

Nilai penghematan subsidi dari kenaikan tarif enam golongan tersebut mencapai Rp7,42 triliun.

Per 1 November 2014, maka tarif keenam golongan tersebut sudah mencapai keekonomiannya atau tidak mendapat subsidi lagi dan fluktuatif mengikuti indikator kurs, inflasi, dan perkembangan harga BBM internasional.