Jakarta (ANTARA News) - Mantan ketua Mahkamah Konsititusi Akil Mochtar marah karena tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya, yang seharusnya dibacakan hari ini, telah termuat dalam media.

"Sebaiknya tuntutan jaksa tidak perlu dibacakan, langsung saja pada amar (tuntutannya) karena toh hari ini (koran) Kompas dengan jelas menyebutkan bahwa saya akan dituntut seumur hidup. Saya tidak tahu apakah etis atau tidak tuntutan diungkapkan lebih dulu karena itu mengabaikan sistem yang berjalan karena tuntutan itu seharusnya berdasarkan fakta di persidangan, bukan opini," kata Akil pada awal sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Senin.

"Jadi menurut saya basa-basi seperti (sidang) ini tidak perlu lagi, untuk apa saya duduk 2-3 jam toh sudah diberi tahu? Biar kita tidak capai untuk sandiwara seperti ini," tambahnya.

Di halaman dua harian Kompas edisi Senin (16/6), disebutkan bahwa Akil akan dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah merusak demokrasi dengan perbuatannya, menerima suap dari sejumlah pihak yang beperkara dalam sengketa pilkada agar dimenangkan sehingga dampak perbuatan Akil dinilai mengakibatkan konflik horizontal di sejumlah daerah.

Namun ketua tim jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro mengaku tidak tahu mengenai pernyataan pimpinan KPK tersebut.

"Media mencantumkan tuntutan itu di luar pengetahuan kami. Kami tidak menyampaikan ke media. Apakah sumber tersebut resmi pimpinan KPK atau bukan kami tidak pernah mengetahui dan tim JPU juga berusaha untuk tidak memberikan informasi kepada orang luar. Jadi tentu hal ini tanpa sepengetahuan kami majelis," kata Pulung.

Ketua majelis hakim pun memutuskan agar pembacaan tuntutan pidana tetap berpedoman pada hukum acara.

"Kami tetap menjalankan sidang berdasarkan hukum acara. Kami tidak akan terpengaruh dengan membaca berita-berita di luar tentang persidangan ini supaya kami menjalankan hukum acara sebaik-baiknya," kata Suwidya.

Tapi Akil menilai bahwa ketidaktahuan jaksa itu tidak beralasan.

"Pernyataan jaksa ini menurut saya tidak mungkin karena jelas disebutkan dalam koran ini tuntutan seumur hidup kepada saya akan disampaikan hari ini dan unsur pimpinan mengatakan akhir pekan lalu. Sebagai orang yang didakwa saya juga punya hak untuk mengajukan keberatan dengan cara-cara seperti ini supaya mereka juga tahu kita hidup dalam aturan konstitusi," tegas Akil.

"Saudara sebaiknya menata sendiri perasaan saudara, adanya tekanan perasaan seperti itu hanya merugikan anda sendiri. Kita bersidang dengan objektif dan elegan, silakan terdakwa menata dulu persaannya," kata hakim Suwidya berusaha menenangkan Akil.

"Saya sudah siap yang mulia, apapun kehendak yang Mahakuasa," kata Akil.



2.153 halaman

Surat tuntutan Akil Mochtar sendiri mencapai 2.153 halaman.

Akil dalam surat dakwaan KPK disebut menerima Rp63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK, Rp10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pilkada, serta pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.

Sehingga ia didakwakan pasal berlapis yaitu pertama pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup dan denda Rp1 miliar.

Kedua pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup dan denda Rp1 miliar.

Ketiga pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dengan ancaman penjara maksilam 5 tahun dan denda Rp250 juta.

Keempat pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.

Kelima pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun kurungan dan denda Rp15 miliar.