Jakarta (ANTARA) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia Daniel Yusmic Foekh mengatakan Mahkamah Konstitusi turut berkontribusi dalam mendesain pemilihan umum (pemilu) melalui berbagai putusan-nya.

"Secara tidak langsung, Mahkamah Konstitusi ikut berkontribusi dalam kaitan dengan desain pemilu melalui putusan-putusan-nya," ujar Daniel dalam webinar bertajuk, "Politik Hukum dan Pemilu: Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi", dipantau dari Jakarta, Jumat.

Ia mencontohkan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kepemiluan yang dinilai penting, seperti Putusan 114/PUU-XX/2022 yang menyatakan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.

Daniel menjelaskan, bila memaknai Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dalam menentukan sistem pemilihan umum menutup ruang bagi pemilih untuk dapat menentukan pilihannya sehingga keterpilihan calon ditentukan sepenuhnya oleh partai politik, hal demikian akan mengingkari makna kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Dengan demikian, lanjut dia, sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 1945.

"Sistem proporsional terbuka memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan calon legislatif yang dipilih," kata dia.

Baca juga: Wakil Ketua MK minta masyarakat libatkan diri dalam pembuatan UU

Baca juga: BRIN: Putusan MK ikut turunkan jumlah calon tunggal pada Pilkada 2024


Selain terkait sistem kepemiluan, Daniel mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi juga pernah memulihkan hak pilih bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau organisasi terlarang lainnya melalui putusannya, lebih tepatnya pada putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003.

Hal tersebut terkait dengan pengujian Pasal 60 huruf g Undang-Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Pasal tersebut menghalangi mereka yang selama ini dicap eks-PKI untuk memilih dan dipilih.

"Dalam keputusan ini, Mahkamah Konstitusi memulihkan hak pilih bekas anggota PKI atau organisasi terlarang lainnya," ujar Daniel.

Berbagai putusan Mahkamah Konstitusi lainnya, seperti pemilu serentak, calon independen dalam pilkada, pemenuhan hak pilih bermodal KTP, persyaratan kewarganegaraan dalam pilkada, hingga syarat keikutsertaan mantan terpidana dalam pilkada merupakan bentuk kontribusi MK dalam mendesain pemilu.