Ia mengemukakan, peran anak muda sangat vital untuk membangun bangsa dan negara ke depan, sehingga saat memutuskan ikut terjun ke dalam partai politik harus mewujudkan pembaruan.
"Anak muda harus membawa semangat baru dan jangan mau ikut-ikutan dengan budaya politik yang buruk oleh oknum para senior sebelumnya," kata Feri dalam kegiatan dialog multi-stakeholder secara daring yang diselenggarakan oleh Forum Politisi Muda Indonesia (FPMI), dengan tema Inklusifitas anak muda dalam partai politik dan regenerasi kepemimpinan nasional; Bagaimana dorongan kebijakan dan advokasi, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut dia mengemukakan, pemuda yang aktif berpartai politik tidak boleh mengandalkan modal kapital (uang) dan relasi politik untuk berkembang.
Namun, pemuda ke depan harus punya pola kerja terkait visi dan misi yang ingin dicapai.
Menurut Feri, sistem dan budaya politik saat ini memang kurang menguntungkan bagi anak muda.
"Realitas memang sulit bagi anak muda berkembang bila tidak memiliki relasi politik sebagai modal berpolitik, makanya hal itu harus berubah," ujar pakar hukum tata negara tersebut.
Ia menambahkan, pemuda yang berpolitik tinggal memilih ingin menjadi politisi seperti apa.
Apakah mau menjadi politisi yang instan dan memanfaatkan relasi kekeluargaan dengan elite politik tertentu atau terdidik dari hasil pertarungan berpolitik yang baik dan tidak melanggar konstitusi.
Selama partai belum merombak kebijakan internal untuk memberi ruang bagi anak muda, tambah Feri, maka para pemuda hanya akan ikut arus dengan budaya yang sudah ada.
Salah satu cara untuk merombak atau membenahi partai politik (parpol) adalah dengan membatasi waktu atau periode jabatan ketua umum partai.
Baca juga: Pengamat menjelaskan penyebab tingginya sarjana jadi pengangguran
Baca juga: Pakar nilai anak muda jadi Ketua Harian DPP PKB bentuk peduli gen Z