Jakarta (ANTARA News) - Kematian akibat penyakit demam dengue (DD) masih terjadi di Indonesia, salah satunya karena diabaikannya tanda bahaya atau "warning signs" demam ini, baik oleh penderita ataupun petugas medis.

Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro,Sp.A (K), mengungkapkan, tanda bahaya ini di antaranya, demam turun tetapi keadaan pasien memburuk, seperti mengalami lemah, lesu, ingin tidur, tangan dan kaki dingin serta tidak ada nafsu makan.

"Demam sudah turun tapi badannya masih loyo. Ini berarti syok namanya,..., Bila demam masih terjadi sampai hari ketiga itu termasuk warning sign," ujarnya dalam konferensi pers peringatan Hari Dengue ASEAN 2014 di Jakarta, Minggu.

Kemudian, lanjut dia, pasien mengalami nyeri perut jika ditekan, gelisah, lemah, pendarahan seperti mimisan dan volume urin berkurang bahkan hingga tak ada.

Tanda bahaya lainnya menurut dr. Sri, ialah perut membuncit. Kondisi ini disebabkan adanya kerusakan pada dinding pembuluh darah oleh virus, sehingga cairan dalam darah merembes keluar pembuluh darah lalu masuk ke ruang perut.

"Kemudian, tahap lanjut, darah dan elektrolit bisa ikut merembes keluar dan masuk ke ruang perut," katanya.

Sri Rezeki mengatakan, di samping abai pada tanda bahaya, kurangnya pengetahuan terutama masyarakat pada gelaja demam dengue dan terlambat berobat merupakan penyebab lain terjadinya kematian akibat penyakit ini.

Dia menambahkan, angka kematian akibat dengue di Indonesia pada 2013 ialah sebesar 1,2 persen.

Menurutnya, angka kematian terbanyak saat ini terjadi pada kelompok anak-anak. Data dari World Health Organization (WHO) pada 2010 mencatat, insiden demam dengue meningkat selama 50 tahun terakhir.

Insiden ini terjadi baik di daerah tropik maupun sub tropik wilayah urban, menyerang lebih dari 100 juta penduduk tiap tahun. Kemudian, sekitar 30 ribu kematian terjadi pada anak-anak.(*)