Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan sistem informasi dalam mitigasi bencana tanah longsor yang dinamakan TRIGRSMap (Transient Rainfall Infiltration and Grid-based Regional Slope-stability Mapping).

Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN Khori Sugianti dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, menjelaskan TRIGRS merupakan peranti lunak yang dikembangkan oleh USGS (United States Geological Survey) untuk mengetahui kestabilan lereng terhadap tingkat kerentanan tanah longsor yang dipengaruhi curah hujan secara spasial dan temporal.

Sedangkan TRIGRSMap merupakan pengembangan plug in QGIS yang dapat menjadi salah satu pendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat dan cepat dalam menghadapi potensi longsor.

“Dengan TRIGRSMap, cukup dengan QGIS dari input sampai output sudah bisa divisualisasikan. Keunggulan TRIGRSMap yakni user friendly, mempermudah para perangkat desa atau mahasiswa yang melakukan tugas akhir untuk TRIGRSMap,” kata Khori.

Adapun sistem informasi ini merupakan hasil kolaborasi riset dari PRKG, Pusat Riset Geoinformatika, Pusat Riset Sains Data dan Informasi, dan Pusat Data dan Informasi BRIN.

Baca juga: BRIN kenalkan teknologi TRIGRS untuk mengurangi risiko tanah longsor
Baca juga: Pemkab Natuna-Badan Geologi petakan zona kerentanan tanah


Secara garis besar, terdapat tiga parameter untuk data yang diperlukan pada TRIGRSMap, yaitu data topografi, keteknikan tanah, dan curah hujan atau hidrologi di daerah yang akan dipantau atau dipetakan potensi kelongsorannya.

Data topografi didapat dari DEMNAS atau USGS yang menghasilkan kemiringan lereng dan arah alirannya. Lalu untuk keteknikan tanah, data diperoleh dari pengambilan sampel tanah dan uji di laboratorium untuk mengetahui kuat gesernya.

Sedangkan hidrologi di lapangan, dilakukan uji infiltrasi dan pengukuran permukaan air tanah di sekitar lereng.

“Selama di lapangan, dilakukan juga pengumpulan data curah hujan untuk pengolahan data curah hujan yang nantinya dilakukan di laboratorium,” tutur Khori.

Adapun cara kerja TRIGRSMap melibatkan pemrosesan data curah hujan untuk menghitung potensi gangguan lereng dan mengidentifikasi kapan ambang batas kekuatan tanah terlampaui.

Hasil analisis ini diintegrasikan ke dalam peta peringatan dini yang dapat membantu pemerintah dan masyarakat setempat untuk menjadi rekomendasi strategis dalam tata ruang daerah guna mengurangi risiko bencana tanah longsor di masa mendatang.

TRIGRSMap sudah diterapkan untuk pemodelan kerentanan gerakan tanah longsor di area Lembang, Jawa Barat.

Khori memaparkan hasil analisis sudah diserahkan berupa peta kerentanan yang sudah dimodelkan dengan data curah hujan ke pemerintah daerah sebagai pertimbangan untuk kebijakan strategis.

“Di area Lembang ini, kerentanannya tinggi karena di perbukitan. Sebelum penyerahan, kami sudah melakukan sosialisasi dan mengundang beberapa perangkat desa,” terang Khori.

Baca juga: BMKG ungkap ada retakan di lereng pasca-gempa Garut, potensi longsor
Baca juga: Wapres galang kolaborasi mitigasi bencana hadapi musim hujan