Ketua Dewan Pembina PINKAN Indonesia, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio mengatakan bahwa Kolintang merupakan sebuah alat musik onomatope, yang terdiri dari 3 bilah kayu yang tersusun dan dibunyikan dengan ritme yang berulang dan melantunkan irama berupa penghormatan kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
"Peluncuran buku tersebut menjadi bagian dari strategi diplomasi dan promosi alat musik tradisional kayu asal Minahasa, Sulawesi Utara, tersebut agar mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya tak benda dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)," kata Prof. Dr. Marsetio melalui keterangan yang diterima ANTARA, Jumat.
Baca juga: Indah MAD sambut baik usulan 3 budaya Indonesia ke UNESCO
Baca juga: Reog, kolintang, dan kebaya dapat jadi daya tarik wisata kelas dunia
Saat ini Kolintang dan Balafor, alat musik dari Afrika diajukan bersama dengan Burkina Faso, Mali dan Pantai Gading dengan pola ekstensi. Pola tersebut ditempuh karena UNESCO melihat budaya musik kolintang sangat beragam dan tersebar di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi upaya pelestarian dan promosi Kolintang yang dilakukan oleh PINKAN Indonesia baik dari penerbitan buku hingga penampilan ansambel yang sangat apik," ujar Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah Kemenko PMK, Andre Notohamijoyo.
Penampilan ansambel kolintang tersebut menyuguhkan tampilan irama yang sangat dinamis dan mencerminkan ekspresi budaya yang sangat kaya dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Reog, Kolintang, dan Kebaya diusulkan jadi warisan budaya UNESCO
Baca juga: Indonesia usulkan Kolintang jadi WBTB kepada UNESCO