Makassar (ANTARA) - Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan(Sulsel) menahan dua orang usai ditetapkan tersangka terkait dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (paket C) tahun anggaran 2020-2021 senilai Rp68,7 miliar lebih.

"Telah ditetapkan tersangka JRJ dan SD, serta diusulkan penahanan guna mempercepat proses penyelesaian penyidikan, serta mencegah upaya melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti," kata Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi di Makassar, Kamis.

Penetapan tersangka tersebut setelah keduanya diperiksa sebagai saksi dan selanjutnya penyidik menemukan minimal dua alat bukti yang cukup. Tersangka JRJ merupakan Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama atau PT KIP dan tersangka SD adalah Penjabat Pembuat Komitmen atau PPK Paket C.

Sedangkan modus operandi untuk JRJ, mengajukan termin XI (Mc 23) dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek. Selanjutnya, meminta dan mengarahkan saksi Sardilla selaku PM untuk mengajukan termin XI (MC 23),dan mengaku sudah koordinasi dengan pihak kepala satuan kerja terkait rencana pencairan termin XI tersebut.

Padahal, bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67,17 persen, faktanya belum mencapai 61,782 persen melainkan hanya sebesar 53 persen. Hal ini berkesesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023.

Hal itu dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas, bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171 persen dan pada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemerintah Provinsi Sulsel, diperoleh kesimpulan bobot di lapangan hanya sebesar 55,52 persen.

Permintaan tersebut dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker agar segera diproses oleh tersangka SD selaku PPK C3, kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT KIP dengan beralasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.

Tersangka SD lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan (BA Tingkat Kemajuan Fisik, BA Penyelesaian Pekerjaan, Berita Acara Pembayaran, Kwitansi Pembayaran, dan SPTJB) sebagai kelengkapan pembayaran, yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas.

Belakangan diketahui, semua atas perintah tersangka SD, padahal tersangka selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran pada termin XI Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan, yang seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti.

Selain itu, tersangka JRJ telah mempergunakan uang yang bersumber termin I-XI pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan. Dari perbuatan tersangka menyebabkan pekerjaan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pekerjaan sebesar 55,52 persen.

"Atas perbuatan keduanya berpotensi merugikan keuangan negara berasal dari biaya yang telah dikeluarkan, berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume atau progres fisik di lapangan senilai kurang lebih Rp7,9 miliar," ungkap Soetarmi.

Tim penyidik terus mendalami dan mengembangkan adanya tersangka lain serta menelusuri uang serta aset-asetnya. Kepala Kejati Sulsel juga mengimbau kepada saksi-saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir menjalani pemeriksaan dan tidak melakukan upaya merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti apalagi melobi penyelesaian perkara ini.

Perbuatan tersangka melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam primer dan subsider Pasal 2 ayat 1, pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Baca juga: Kejati Sulsel tetapkan tersangka baru korupsi PT SI
Baca juga: Kejati Sulsel sebut ada potensi tersangka baru Bendungan Paselloreng