Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menekankan pentingnya penyusunan Prosedur Operasional Standar atau SOP dalam penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) guna mencegah terjadinya kasus perundungan peserta PPDS.

"Kalau kita bicara pelaku perundungan tidak hanya masalah berkaitan dengan hukum saja, tapi juga berkaitan dengan masalah disiplin dan etik. Tapi yang juga harus dipahami, kita harus membuat SOP di dalam sebuah pendidikan kedokteran spesialis," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI Mohammad Adib Khumaidi di Antara Heritage Center, Jakarta Pusat pada Kamis.

Ia menjabarkan, SOP untuk peserta PPDS perlu mengatur beberapa hal mengenai penyelenggaraan pendidikan di antaranya jam kerja, insentif, hingga tata kelola kerja antara peserta senior dan junior.

"Kita tidak bicara terkait senioritasnya saja, tapi kita bicara bahwa di level semester 1 tugasnya apa, semester 2 tugasnya apa, sehingga kalau kemudian kita punya SOP yang jelas, jika kemudian di luar dari SOP maka kita harus melakukan penindakan," imbuhnya.

Baca juga: IDI ingatkan dokter influencer sampaikan informasi berbasis bukti

Menurutnya, saat ini belum ada SOP resmi yang mengatur PPDS dimana berdasarkan pengalamannya, urusan tata kelola selama proses pendidikan disusun secara internal oleh peserta.

Melalui SOP, Adib menjelaskan pembagian tugas serta aturan untuk setiap peserta akan lebih jelas serta diharapkan dapat membangun kerja sama tim antar peserta.

"Jadi harus saling mendukung, ini yang dibangun di dalam suasana pendidikan yang profesional," kata dia.

Adib juga mendorong dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) khusus yang bertugas mengawasi proses pendidikan di PPDS, termasuk mencegah terjadinya tindakan perundungan.

Pembentukan SOP dan Satgas ini menurutnya menjadi bentuk komitmen menciptakan lingkungan pendidikan dokter spesialis yang aman, bersahabat, dan menghasilkan lulusan terbaik.

"Kita harus punya komitmen yang sama, membuat pendidikan dokter spesialis yang aman, nyaman, dan bersahabat yang kemudian menghasilkan dokter spesialis yang baik," kata Adib.

Baca juga: Penyediaan kontrasepsi remaja perlu libatkan unsur budaya dan agama