Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai sejarah peristiwa gempa dan tsunami yang menimbulkan dampak kerusakan luar biasa dua dekade silam di Provinsi Aceh harus terus disosialisasikan ke generasi muda daerah setempat.

Kepala BNPB Suharyanto dalam keterangannya di Jakarta Kamis, mengatakan bahwa sejarah itu perlu disampaikan berulang bukan sebagai luka tapi sebagai refleksi diri supaya masyarakat Aceh yang saat ini dapat jauh lebih siap menghadapi potensi bencana serupa di masa depan.

"Bagaimana kenangan pahit atau ingatan yang pedih ini. Menjadi harapan dan memotivasi kesiapan kita semua untuk selamat," kata Suharyanto.

Dia menekankan bahwa bencana alam termasuk gempa dan tsunami adalah peristiwa yang periodisasi, oleh karena itu, kesiapsiagaan dan mitigasi harus terus diperkuat, terutama di wilayah-wilayah pesisir Aceh yang rawan.

Dalam catatan sejarah BNPB dilaporkan gempa dan tsunami Aceh merupakan salah satu bencana terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.

Hempasan dahsyat gempa bumi berskala 9,1 SR yang disusul tsunami pada Desember 2004 silam itu menghancurkan lebih dari ratusan ribu rumah, gedung perkantoran serta berbagai bangunan fasilitas publik lain seperti sekolah dan rumah sakit daerah di Aceh

Sebanyak lebih dari 170 ribu jiwa meninggal dunia, yang mana 14 ribu lebih dari korban bencana itu di antaranya dimakamkan di kuburan massal Desa Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.

Suharyanto mengaku optimistis Aceh sebagai negerinya para pejuang yang memerdekakan Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan dampak bencana itu, dan bisa membawa perekonomian daerahnya itu menjadi lebih maju.

Kemudian di sisi lain pemerintah di antaranya melalui BNPB, BMKG, Badan Geologi Kementerian ESDM, Badan Informasi Geospasial juga terus berupaya melengkapi fasilitas kedaruratan bencana di Aceh; seperti menyediakan sistem peringatan dini bahaya gempa-tsunami berbasis elektronik dan digital (InaTEWS), membentuk kelompok masyarakat dan desa tangguh bencana, hingga dukungan peralatan penanggulangan bencana.

"Setelah 20 tahun pascatsunami Aceh, dapat dilihat bahwa proses pemulihan berjalan dengan baik. Namun, tidak boleh lengah, langkah pencegahan dan kesiapsiagaan harus terus diperkuat," kata Suharyanto.