Tidak efektif lindungi masyarakat, Komnas desak hukuman mati dihapus
10 Oktober 2024 20:15 WIB
Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani (kanan) dalam webinar bertajuk "Hukuman Mati dan Pengaruhnya dalam Menciptakan Rasa Aman pada Masyarakat", di Jakarta, Kamis (10/10/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak agar hakim untuk tidak lagi menjatuhkan vonis pidana mati atas alasan apa pun termasuk lewat justifikasi isu keamanan negara dan masyarakat.
"Hak untuk hidup merupakan HAM paling mendasar dan absolut bagi manusia yang seharusnya diberikan jaminan pelindungan dan penghormatannya oleh negara. Komnas Perempuan meminta agar jangan ada lagi vonis pidana mati atas alasan apa pun termasuk lewat justifikasi isu keamanan negara dan masyarakat karena sejati-nya hukuman mati tidak memberikan perlindungan pada siapa pun," kata Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani dalam webinar bertajuk "Hukuman Mati dan Pengaruhnya dalam Menciptakan Rasa Aman pada Masyarakat", di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah semestinya tidak melakukan eksekusi pidana mati terutama terhadap para perempuan terpidana mati yang berada dalam deret tunggu, serta mengeluarkan peraturan atau kebijakan terkait komutasi yang mengakomodir hal tersebut.
Dikatakannya, hukuman mati tidak cukup memberikan rasa aman bagi masyarakat dan tidak menjamin dapat memulihkan korban, juga untuk menghindari putusan pada orang yang tidak bersalah seperti korban kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang, dan korban sindikat narkotika.
Komnas Perempuan berpandangan bahwa praktik hukuman mati merupakan bentuk penyiksaan serta puncak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
"Dalam kasus perempuan terpidana mati, terdapat berbagai kekerasan berbasis gender sebagai penyebab melakukan tindak pidana tertentu, hingga kekerasan dalam proses hukum yang dijalani, sehingga perempuan terpidana mati menjadi korban berlapis atas penyiksaan dan pelanggaran HAM, baik atas kekerasan berbasis gender yang dialami, putusan pidana mati, dan proses deret tunggu yang menjadi praktik penyiksaan tersendiri," kata Tiasri Wiandani.
Baca juga: Kemenkumham: Perubahan pidana dalam KUHP Baru berlaku mutatis mutandis
Baca juga: Komnas Perempuan minta prinsip non-punishment bagi korban TPPO diterapkan
Baca juga: Komnas HAM sebut gerakan penghapusan hukuman mati terus disuarakan PBB
"Hak untuk hidup merupakan HAM paling mendasar dan absolut bagi manusia yang seharusnya diberikan jaminan pelindungan dan penghormatannya oleh negara. Komnas Perempuan meminta agar jangan ada lagi vonis pidana mati atas alasan apa pun termasuk lewat justifikasi isu keamanan negara dan masyarakat karena sejati-nya hukuman mati tidak memberikan perlindungan pada siapa pun," kata Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani dalam webinar bertajuk "Hukuman Mati dan Pengaruhnya dalam Menciptakan Rasa Aman pada Masyarakat", di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah semestinya tidak melakukan eksekusi pidana mati terutama terhadap para perempuan terpidana mati yang berada dalam deret tunggu, serta mengeluarkan peraturan atau kebijakan terkait komutasi yang mengakomodir hal tersebut.
Dikatakannya, hukuman mati tidak cukup memberikan rasa aman bagi masyarakat dan tidak menjamin dapat memulihkan korban, juga untuk menghindari putusan pada orang yang tidak bersalah seperti korban kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang, dan korban sindikat narkotika.
Komnas Perempuan berpandangan bahwa praktik hukuman mati merupakan bentuk penyiksaan serta puncak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
"Dalam kasus perempuan terpidana mati, terdapat berbagai kekerasan berbasis gender sebagai penyebab melakukan tindak pidana tertentu, hingga kekerasan dalam proses hukum yang dijalani, sehingga perempuan terpidana mati menjadi korban berlapis atas penyiksaan dan pelanggaran HAM, baik atas kekerasan berbasis gender yang dialami, putusan pidana mati, dan proses deret tunggu yang menjadi praktik penyiksaan tersendiri," kata Tiasri Wiandani.
Baca juga: Kemenkumham: Perubahan pidana dalam KUHP Baru berlaku mutatis mutandis
Baca juga: Komnas Perempuan minta prinsip non-punishment bagi korban TPPO diterapkan
Baca juga: Komnas HAM sebut gerakan penghapusan hukuman mati terus disuarakan PBB
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: